Merupakan organisasi regional bagi negara-negara di Asia Tenggara yang dibentuk pada tahun 1967 sebagai pernyataan sikap untuk tidak memihak pada blok barat dan timur di waktu itu. Tujuannya awalnya adalah menciptakan perdamaian dan stabilitas kawasan saja, namun berkembang menjadi kerjasama ekonomi.
Prinsip Utama ASEAN
Prinsip-prinsip utama ASEAN digariskan seperti berikut:
Menghormati kemerdekaan, kesamaan, integritas dan identitas nasional semua negara
Setiap negara memiliki hak untuk menyelesaikan permasalahan nasionalnya tanpa ada campur tangan dari luar
Penyelesaian perbedaan atau perdebatan antar negara dengan aman
Menolak penggunaan kekuatan dan kekerasan
Meningkatkan kerjasama yang efektif antara anggota
ASEAN dikukuhkan oleh lima negara pengasas; Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand di Bangkok Proses pembentukan ASEAN dibuat dalam sebuah penandatanganan perjanjian yang dikenal dengan nama “Deklarasi Bangkok”. Adapun yang bertanda tangan pada Deklarasi Bangkok tersebut adalah para menteri luar negeri saat itu, yaitu Bapak Adam Malik (Indonesia), Narciso R. Ramos (Filipina), Tun Abdul Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura), dan Thanat Khoman (Thailand). Pada tanggal 8 Januari 1984, seminggu setelah mencapai kemerdekaannya, negara Brunei masuk menjadi anggota ASEAN. 11 tahun kemudian, tepatnya tanggal 28 Juli 1995. Laos dan Myanmar menjadi anggota dua tahun kemudianya, yaitu pada tanggal 23 Juli 1997. Walaupun Kamboja sudah menjadi anggota ASEAN bersama sama Myanmar dan Laos, Kamboja terpaksa menarik diri disebabkan masalah politik dalam negara tersebut. Namun, dua tahun kemudian Kamboja kembali masuk menjadi anggota ASEAN pada 30 April 1999.
Tujuan dibentuknya Piagam Asean adalah sebagai berikut
1. Permudah kerja sama
Adanya Piagam ASEAN secara organisatoris akan membuat negara anggota ASEAN relatif akan lebih terikat kepada berbagai kesepakatan yang telah dibuat ASEAN. Secara teoretis, piagam itu akan semakin mempermudah kerja sama yang dibuat ASEAN dengan mitra-mitra dialognya.
Jika pada masa lalu mitra ASEAN terkadang mengeluh bahwa kesepakatan yang telah dibuat dengan ASEAN ternyata hanya dilaksanakan dan dipatuhi oleh beberapa negara anggota ASEAN, kini kekhawatiran itu bisa dikurangi.
Mekanisme kerja yang lebih jelas di ASEAN seperti tertuang dalam Piagam ASEAN itu juga akan mempermudah mitra-mitra atau calon-calon mitra yang ingin berurusan dengan ASEAN. Begitu pula bila di kemudian hari terjadi persengketaan, Piagam ASEAN telah membuat pengaturan umum untuk penyelesaian sengketa itu.
Lebih penting lagi secara politis, ASEAN kini menegaskan dirinya sebagai organisasi yang menghormati serta bertekad untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) dan nilai-nilai demokrasi. Piagam meminta ASEAN menghargai HAM.
Meski saat ini pelaksanaan kedua hal itu masih jauh dari ideal, setidaknya ASEAN sudah mengakui bahwa penghormatan atas HAM dan demokrasi sebagai nilai-nilai dasar, sama seperti umumnya negara maju. Dengan demikian, hambatan psikologis untuk bekerja sama dengan negara-negara ASEAN seperti sering terdengar selama ini dari beberapa negara maju, setidaknya sudah bisa dikurangi meski hambatan belum sepenuhnya bisa dihapuskan.
2. Tantangan internal
Keberhasilan ASEAN melahirkan sebuah piagam bersama tidak otomatis bermakna ASEAN yang semakin solid. Tantangan terbesar justru berada di lingkungan internal ASEAN sendiri, khususnya bagaimana agar benar-benar bisa mengimplementasikan piagam itu sehingga ASEAN menjadi kekuatan yang menyatu dan tidak terpecah belah.
Bagaimanapun, kehadiran Piagam ASEAN, yang di dalamnya mengharuskan para anggota mematuhi apa-apa yang sudah diputuskan bersama oleh ASEAN, akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi beberapa pihak. Mereka ini sebenarnya menaruh keberatan atas keputusan bersama itu. Meski demikian, Piagam ASEAN memang telah didesain sedemikian rupa sehingga tidak terlalu keras terhadap para anggotanya yang belum bisa menaati kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat.
Celah-celah untuk kompromi yang sering kali diistilahkan banyak kalangan sebagai cara ASEAN (the ASEAN way) masih banyak diakomodasi di dalam piagam tersebut. Di bidang ekonomi, misalnya, Piagam ASEAN menjamin hak negara-negara anggota untuk berpartisipasi secara fleksibel dalam pelaksanaan komitmen-komitmen ekonomi di ASEAN. Begitu pula dalam pelaksanaan prinsip-prinsip “politik” ASEAN, seperti khususnya demokrasi dan penghormatan dan jaminan atas hak-hak asasi manusia, asas yang fleksibel tetap dipertahankan.
Satu hal penting dalam Piagam ASEAN yang memang sudah selayaknya dilakukan adalah menjadikan organisasi ini sebagai organisasi yang berorientasi pada rakyat atau bukan organisasi birokrat semata. Dengan demikian, dibuka bahkan didorong kesempatan lebih besar kepada warga masyarakat ASEAN untuk berinteraksi satu sama lain dengan lebih intens.
Pergaulan rakyat ASEAN di kawasan regional dan internasional itu tentu akan berkontribusi positif kepada kerja sama ASEAN dengan mitra-mitranya di seluruh kawasan.
3. Langkah paling maju
Ada tiga rencana ASEAN yang dituliskan di piagam itu. Tiga hal itu adalah menginginkan lahirnya Komunitas Ekonomi ASEAN, Komunitas Keamanan ASEAN, dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN.
Jangan skeptis dulu dengan rencana pembentukan komunitas itu. Atau jangan melihat realitas sekarang jika ingin menilai prospek pembentukan tiga jenis komunitas itu. ASEAN bisa saja tidak terlihat berwibawa, melihat realitas sekarang, dengan mayoritas anggotanya punya masalah tersendiri yang tergolong berat. Beberapa di antaranya bahkan masih tergolong negara paria.
Sesungguhnya, rencana pembentukan komunitas itu merupakan refleksi dari tajamnya visi para pemikir ASEAN. Piagam itu disusun para pakar atau figur terkenal di ASEAN. Wakil dari Indonesia adalah mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas.
Mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas terkesan jengkel dengan analisis pengamat yang relatif selalu skeptis melihat ASEAN. “Mereka itu kadang genit, ya,” demikian kalimat lucu dari Ali Alatas mengomentari piagam yang disambut dingin oleh pengamat.
4. Piagam merefleksikan pandangan jauh ke depan.
Bahkan, piagam secara tersirat akan membuat ASEAN malu jika tidak bisa memenuhinya di kemudian hari. Inilah sumbangsih para pemikir ASEAN. Ini merupakan bukti bahwa para pakar ASEAN tidak dungu, tetapi punya sudut pandang yang strategis menuju masa depan.
Hal ini diperkuat lagi dengan rencana pemerintah ASEAN, yang pada November lalu, di Singapura, sudah menandatangani deklarasi pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Bahkan, pada tahun 2008 sudah ada langkah untuk mewujudkan komunitas ekonomi ini. Tujuan akhirnya adalah aliran barang, jasa, warga yang relatif lebih bebas di ASEAN.
Ini strategis mengingat contoh empiris, negara kaya di dunia menjadi makmur karena mobilitas itu. Para teknokrat ekonomi dan para figur terkenal ASEAN sudah memberi contoh soal penyusunan langkah ke depan.
Sekarang ini, eksekusinya ada di lingkungan pemerintah di ASEAN yang sarat problem, bahkan masih suka menyiksa rakyat.
Apakah junta Myanmar tahu piagam, atau lebih percaya piagam ketimbang paranormal? Ini hanya contoh kecil. Tetapi sudahlah, semoga waktu akan mengubah perangai dan perilaku sebagian pemerintahan di ASEAN, yang juga masih sering sekadar berkomitmen dan tidak bertindak nyata. Setidaknya mereka masih mau menorehkan sejarah baru dengan menandatangani Piagam ASEAN dan juga cetak biru Komunitas Ekonomi ASEAN 2015
5. Strategis
Piagam itu sendiri dinilai strategis karena akan menjadi landasan hukum yang menjamin integrasi politik, sosial, ekonomi, budaya, keamanan, demokratisasi, perlindungan hak asasi, dan pelestarian lingkungan.
Pembuatan piagam merupakan terobosan penting dalam sejarah ASEAN, yang selama 40 tahun lebih bersifat peguyuban. Dalam menghadapi tantangan 40 tahun kedua, ASEAN memang membutuhkan pijakan hukum yang lebih jelas dalam membangun blok politik dan ekonomi.
2. MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa)
Sejarah Terbentuknya MEE
Sejak berakhirnya Perang Dunia II, Eropa mengalami kemiskinan dan perpecahan. Usaha untuk mempersatukan Eropa sudah dilakukan. Namun, keberhasilannya bergantung pada dua negara besar, yaitu Prancis dan Jerman Barat. Pada tahun 1950 Menteri Luar Negeri Prancis, Maurice Schuman berkeinginan menyatukan produksi baja dan batu bara Prancis dan Jerman dalam wadah kerja sama yang terbuka untuk negara-negara Eropa lainnya, sekaligus mengurangi kemungkinan terjadinya perang. Keinginan itu terwujud dengan ditandatanganinya perjanjian pendirian Pasaran Bersama Batu Bara dan Baja Eropa atau European Coal and Steel Community (ECSC) oleh enam negara, yaitu Prancis, Jerman Barat (Republik Federal Jerman-RFJ), Belanda, Belgia, Luksemburg, dan Italia. Keenam negara tersebut selanjutnya disebut The Six State.
Keberhasilan ECSC mendorong negara-negara The Six State membentuk pasar bersama yang mencakup sektor ekonomi. Hasil pertemuan di Messina, pada tanggal 1 Juni 1955 menunjuk Paul Henry Spaak (Menlu Belgia) sebagai ketua komite yang harus menyusun laporan tentang kemungkinan kerja sama ke semua bidang ekonomi. Laporan Komite Spaak berisi dua rancangan yang lebih mengintegrasikan Eropa, yaitu:
1. Membentuk European Economic Community (EEC) atau Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE)
2. membentuk European Atomic Energy Community (Euratom) atau Badan Tenaga Atom Eropa.
Rancangan Spaak itu disetujui pada tanggal 25 Maret 1957 di Roma dan kedua perjanjian itu mulai berlaku tanggal 1 Januari 1958. Dengan demikian, terdapat tiga organisasi di Eropa, yaitu ECSC, EEC (MEE), dan Euratom (EAEC). Pada konferensi di Brussel tanggal 22 Januari 1972, Inggris, Irlandia, dan Denmark bergabung dalam MEE. Pada tahun 1981 Yunani masuk menjadi anggota MEE yang kemudian disusul Spanyol dan Portugal. Dengan demikian keanggotaan MEE sebanyak 12 negara.
MEE merupakan organisasi yang terpenting dari ketiga organisasi tersebut. Bukan saja karena meliputi sektor ekonomi, melainkan juga karena pelaksanaannya memerlukan pengaturan bersama yang meliputi industri, keuangan, dan perekonomian.
E. Tujuan Pembentukan Organisasi MEE
MEE menegaskan tujuannya, antara lain :
1. Integrasi Eropa dengan cara menjalin kerja sama ekonomi, memperbaiki taraf hidup, dan memperluas lapangan kerja;
2. Memajukan perdagangan dan menjamin adanya persaingan bebas serta keseimbangan perdagangan antarnegara anggota;
3. Menghapuskan semua rintangan yang menghambat lajunya perdagangan internasional;
4. Meluaskan hubungan dengan negara-negara selain anggota MEE. Untuk mewujudkan tujuannya, MEE membentuk Pasar Bersama Eropa (Comman Market), keseragaman tarif, dan kebebasan bergerak dalam hal buruh, barang, serta modal.
F. Struktur Organisasi MEE
Organisasi MEE memiliki struktur organisasi sebagai berikut :
1. Majelis Umum (General Assembly) atau Dewan Eropa (European Parliament)
Keanggotaan Majelis Umum MEE berjumlah 142 orang yang dipilih oleh parlemen negara anggota. Tugasnya memberikan nasihat dan mengajukan usul kepada Dewan Menteri dan kepada Komisi tentang langkah-langkah kebijakan yang diambil, serta mengawasi pekerjaan Badan Pengurus Harian atau Komisi MEE serta meminta pertanggungjawabannya.
2. Dewan Menteri (The Council)
Dewan Menteri MEE mempunyai kekuasaan tertinggi untuk merencanakan dan memberikan keputusan kebijakan yang diambil. Keanggotaannya terdiri atas Menteri Luar Negeri negara-negara anggota. Tugasnya menjamin terlaksananya kerja sama ekonomi negara anggota dan mempunyai kekuasaan membuat suatu peraturan organisasi. Ketuanya dipilih secara bergilir menurut abjad negara anggota dan memegang jabatan selama enam tahun.
3. Badan Pengurus Harian atau Komisi (Commision)
Keanggotaan Badan Pengurus Harian atau Komisi MEE terdiri atas sembilan anggota yang dipilih berdasarkan kemampuannya secara umum dengan masa jabatan empat tahun. Komisi berperan sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dan badan pelaksana MEE. Di samping itu komisi juga mengamati dan mengawasi keputusan MEE, memperhatikan saran-saran baru, serta memberikan usul dan kritik kepada sidang MEE dalam segala bidang. Hasil kerjanya dilaporkan setiap tahun kepada Majelis Umum (General Assembly).
4. Mahkamah Peradilan (The Court of Justice)
Keanggotaan Mahkamah Peradilan MEE sebanyak tujuh orang dengan masa jabatan enam tahun yang dipilih atas kesepakatan bersama negara anggota. Fungsinya merupakan peradilan administrasi MEE, peradilan pidana terhadap keanggotaan komisi, dan peradilan antarnegara anggota untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul di antara para negara anggota. Peradilan konstitusi berfungsi untuk menyelesaikan konflik perjanjian internasional. Untuk melancarkan aktivitasnya, Masyarakat Ekonomi Eropa membentuk beberapa organisasi baru, yaitu:
- Parlemen Eropa (European Parliament);
- Sistem Moneter Eropa (European Monetary System);
- Unit Uang Eropa (European Currency Unit);
- Pasar Tunggal (Single Market).
Menurut perhitungan suara referendum Prancis yang diselenggarakan pada tanggal 20 September 1992 tentang perjanjian Maastrich, menunjukkan bahwa 50,95% pemilih menyatakan setuju. Untuk mendirikan organisasi-organisasi tersebut pada tanggal 7 Februari 1992 di Maastrich, Belanda diadakan pertemuan anggota MEE. Hasil pertemuan itu dituangkan dalam sebuah naskah perjanjian yang disebut The Treaty on European Union (TEU) atau Perjanjian Penyatuan Eropa yang telah ditandatangani oleh Kepala Negara/Pemerintah di Maastrich, Belanda. Referendum dimaksudkan untuk mendapatkan persetujuan dari 12 negara anggota Masyarakat Eropa, yakni Inggris, Jerman, Prancis, Belanda, Belgia, Luksemburg, Italia, Irlandia, Denmark, Portugal, Spanyol, dan Yunani.
3 Sejarah GATT.
GATT dibentuk sebagai wadah yang sifatnya sementara setelah Perang Dunia II. Pada masa itu timbul kesadaran masyarakat internasional akan perlunya suatu lembaga multilateral disamping Bank Dunia dan IMF. Kebutuhan akan adanya suatu lembaga multilateral yang khusus ini pada waktu masyarakat internasional menemui kesulitan untuk mencapai kata sepakat mengenai pengurangan dan penghapusan berbagai pembatasan kuantitatif serta diskriminasi perdagangan. Hal ini dilakukan untuk mencegah terulangnya praktek proteksionalisme yang berlangsung pada tahun 1930 – an yang sangat memukul perekonomian dunia.
Negara-negara yang pertama kali bergabung menjadi anggota adalah 23 (dua puluh tiga) negara. Negara-negara ini membuat dan merancang piagam organisasi perdagangan internasional (International Trade Organization) yang pada waktu direncanakan sebagai suatu badan khusus PBB. Dimana, isi piagam tersebut memuat aturan-aturan dalam perdagangan dunia, ketenagakerjaan, praktek–praktek restriktif (pembatasan perdagangan), penanaman modal internasional dan jasa.
Pertemuan penting diselenggarakan di Jenewa, Swiss dari bulan April sampai November 1947. membuat rancangan piagam ITO. Perundingan–perundingan bilateral berlangsung antara negara–negara komisi antara lain: Brazil, Ceylon, Pakistan dan Rhodesia Selatan. Kemudian pertemuan penting di Havana pada tanggal 21 November 1947 – 24 Maret 1948) bertambah menjadi 66 (enam puluh enam) negara bergabung untuk membahas piagam ITO. Pertemuan berhasil mengesahkan piagam Havana. Namun, pertengahan tahun 1950, negara–negara peserta menemui kesulitan dalam meratifikasinya. Hal ini disebabkan karena Amerika Serikat, pelaku utama dalam perdagangan dunia, pada tahun 1958, menyatakan bahwa negaranya tidak akan meratifikasi piagam tersebut. Sejak itu pulalah ITO secara efektif tidak berfungsi sama sekali. Sehingga GATT juga tidak berlaku.
Para perunding GATT mengeluarkan perjanjian internasional baru, yaitu The Protocol of Provisional Application. Sejak dikeluarkan protokol ini GATT tetap berlaku. Pada tahun 1954 – 1955, teks GATT mengalami perubahan penting yang terjadi pertama, dikeluarkannya Protokol yang mengubah bagian 1 dan pasal XXIX dan XXX dan Protokol yang mengubah Preambule dan bagian 2 dan 3. Pada tahun 1965, GATT mendapat tambahan bagian baru, yaitu bagian ke empat. Bagian ini berlaku secara de facto tanggal 8 Februari 1965 dan mulai berlaku efektif tanggal 27 Juni 1965. Bagian ini khusus mengatur kepentingan perluasan ekspor negara–negara kurang maju (pasal XXXVI – XXXVIII).[1][4]
B. Keanggotaan GATT.
Negara anggota GATT adalah anggota WTO. Perlu dikemukan disini bahwa istilah anggota pada GATT bukan “member”, tetapi “Contracting Party”. Hal ini merupakan konsekuensi dari status GATT yang sifatnya, dengan meninjau sejarah berdirinya, “organisasi”.[2][5]
Cara menjadi anggota GATT diatur dalam Pasal XXXIII GATT. Cara pertama, berlangsung dengan proses pengujian dan perundingan yang panjang oleh Dewan GATT pada saat menerima permohonan aksesi. Badan ini membuat putusan suatu kelompok kerja (working party) yang bertugas menganalisa kebijakan perdagangan dan kemungkinan kebijakan perdagangan negara pemohon di masa datang. Hasil dari perundingan tersebut dilaporkan oleh kelompok kerja kepada Dewan. Persyaratan-persyaratan yang disahkan Dewan kemudian menjadi bahan pemungutan suara yang mana 2/3 dari semua anggota harus menyetujuinya. Pada tahap ini negara baru tersebut dapat menanda tangani protokolnya dan untuk diratifikasi oleh perundang-undangan nasionalnya.
Cara kedua lebih sederhana menjadi anggota GATT diatur dalam Pasal XXVI, yaitu terhadap negara–negara yang menjadi negara merdeka dari penjajahan dan yang telah menunjukkan kemandiriannya dalam melaksanakan hubungan–hubungan komersial eksternalnya (luar negerinya).[3][6]
C. Perjanjian Akhir Putaran Uruguay GATT.
Putaran Uruguay adalah putaran yang paling kompleks dari 7 putaran yang ada sebelumnya yang dilaksanakan oleh 108 negara, yang bukan saja merundingkan masalah-masalah tradisional seperti market access saja, akan tetapi lebih luas dan juga membahas hal-hal baru dalam perdagangan sebagai akibat majunya perdagangan dan perkembangan ekonomi yang cepat.
Ada 15 masalah yang dirundingkan, dan dari 15 masalah tersebut telah dihasilkan sebanyak 28 persetujuan yang disepakati dalam putaran Uruguay, sebagaimana melaksanakan komitmen yang telah disepakati dalam putaran Tokyo tahun 1979, terutama kesepakatan mengenai non tariff barier[4][7]. Selanjutnya, diadakan pertemuan tingkat menteri Contracting Parties GATT di Punta del Este, Uruguay pada tanggal 20 September 1986 untuk meluncurkan putaran perundingan perdagangan multi lateral. Dari putaran ini terbentuk struktur perundingan, terdiri dari tiga badan utama: (i) the Trade Negotiation Committee (TNC) yang bertujuan untuk mengawasi seluruh jalannya putaran perundingan; (ii) the Group of Negotiation on Goods (GNG), yang bertujuan untuk mengawasi semua subyek pembahasan kecuali jasa; (iii) the Group of Negotiation of Service (GNS), yang bertujuan untuk mengawasi perundingan di bidang jasa.[5][8]
Ada empat tujuan utama yang hendak dicapai dalam putaran Uruguay ini:
a. Menciptakan perdagangan bebas yang akan memberi keuntungan bagi semua negara khususnya negara berkembang, memberi peluang bagi produk ekspor dalam memasuki pasar melalui penurunan dan penghapusan tarif, pembatasan kuantitatif, dan ganjalan-ganjalan tindakan non tarif lainnya;
b. Meningkatkan peranan GATT dan memperbaiki sistem perdagangan multilateral berdasarkan Prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan GATT yang efektif dan dapat dipaksakan;
c. Meningkatkan ketanggapan sistem GATT terhadap perkembangan situasi perekonomian dengan mempelancar penyesesuaian struktural, mempererat hubungan GATT dengan organisasi-organisasi internasional yang relevan mengingat prospek perdagangan di masa yang akan datang, termasuk tumbuhnya produk-produk teknologi tinggi;
d. Mengembangkan suatu bentuk kerjasama pada tingkat nasional dan internasional untuk mempererat hubungan antara kebijaksanaan perdagangan dengan kebijaksanaan ekonomi guna memperbaiki sistem moneter internasional, arus aliran keuangan dan sumber-sumber investasi ke negara sedang berkembang.
Pada waktu putaran Uruguay diluncurkan tahun1986, dan direncanakan rampung tahun 1991, Arthur Dunkel seorang arsitek dari perjanjian GATT Direkrtur Jenderal GATT, jauh-jauh hari sudah mengantisipasi masalah-masalah hukum yang timbul. Insiatif ini berwujud dengan dikeluarkannya rancangan Akhir Perjanjian Putaran Uruguay tahun 1991. baru pada bulan Desember 1993 rancangan ini menjadi Perjanjian Akhir.
D. Bentuk Perdagangan GATT
GATT selalu megupayakan terciptanya perdagangan bebas dunia yang didasarkan pada ketentuan–ketentuan yang disepakati bersama. Latar belakangnya dari suatu konsep keunggulan komparatif. Maksudnya, bahwa negara menjadi makmur melalui konsentrasi terhadap produk apa yang bsia diproduksi oleh negara tersebut dengan sebaik-baiknya. Untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya itu, maka produk tersebut harus dapat menembus bukan saja pasar dalam negeri tetapi juga pasar dunia.
Namun demikian, keberhasilan perdagangan tersebut bersifat tidak langgeng. Kompetisi dalam produk tertentu dapat berdiri antara satu negara dengan negara lain, perusahaan satu dengan perusahaan lain, ketika terjadi perubahan di pasar terkait atau terciptanya teknologi baru yang membuat satu produk menjadi lebih murah harganya dan lebih baik kualitasnya.
Kebijakan perdagangan seperti proteksi impor atau subsidi dari pemerintah hanya akan membuat suatu perusahaan menjadi tidak efektif, dan produk-produknya menjadi tidak menarik. Hal ini, pada akhirnya, akan berakibat pada ditutupnya perusahaan tersebut, meskipun ada proteksi dan subsidi yang diberikan kepada perusahaan itu. Secara keseluruhan, apabila pemerintah terkait melaksanakan kebijakan perdagangan demikian maka pasar luar negeri dan ekonomi dunia akan menyusut.
E. Prinsip-Prinsip GATT.
Untuk mencapai tujuan-tujuannya, GATT berpedoman pada lima prinsip utama, yaitu
a. Prinsip Most Favoured-Nation.
Prinsip ini merupakan kebijakan yang menyatakan bahwa perdagangan dilaksanakan atas dasar non-diskriminatif. Semua anggota terikat untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap negara-negara lain dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta hal-hal yang menyangkut biaya-biaya lainnya.
Pendek kata, semua negara harus diperlakukan atas dasar yang sama dan semua negara menikmati keuntungan dari suatu kebijakan perdagangan. Namun demikian, prinsip ini mendapat pengecualian, khususnya dalam kepentingan negara yang sedang berkembang, seperti pemberian preferensi-preferensi tarif dari negara-negara maju kepada produk impor dari negara sedang berkembang atau negara-negara miskin dengan pemberian fasilitas sistem preferensi umum (Generalised System of Preferences).
b. Prinsip National Treatment.
Produk dari satu negara anggota yang diimpor ke dalam suatu negara lainnya harus diperlakukan sama seperti halnya produk dalam negeri, baik dari segi pajak ataupun dari segi pungutan-pungutan lainnya. Ia berlaku pula terhadap pengaturan perundang-undangan yang mempengaruhi penjualan, pembelian, pengangkutan, distribusi, atau penggunaan produk-produk di pasar dalam negeri.
c. Prinsip Larangan Restriksi (Pembatasan) Kuantitatif.
Restriksi kuantitatif terhadap ekspor atau impor dalam bentuk apapun, misalnya penetapan kuota impor atau ekspor, restriksi penggunaan lisensi impor atau ekspor, pengawasan, pembayaran produk-produk impor atau ekspor, pada umumnya dilarang sesuai dengan pasal IX GATT. Hal ini disebabkan karena praktek demikian bisa mengganggu praktek perdagangan normal.
d. Prinsip Perlindungan melalui Tarif.
Pada prinsipnya, GATT hanya memperkenankan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui tarif (menaikkan tingkat tarif bea masuk) dan tidak melakukan upaya-upaya perdagangan lainnya (non tariff commercial measures).
e. Prinsip Resiprositas.
Prinsip ini merupakan prinsip fundamental dalam GATT. Prinsip ini tampak pada preambule GATT dan berlaku dalam perundingan-perundingan tarif yang didasarkan kepada timbal balik dan saling menguntungkan kedua belah pihak.
F. Penyelesaian Sengketa menurut GATT.
Ketentuan GATT mengenai penyelesaian sengketa ini, pertama-tama menekankan pada pentingnya konsultasi yang dilakukan di antara para pihak yang bersengketa. Konsultasi tersebut bisa berupa perundingan informal maupun formal seperti melalui saluran diplomatik.
Ada dua alternatif yang dapat dilakukan oleh para pihak yang bersangkutan. Pertama, si termohon menerima dilakukannya perdamaian, maka para pihak menyelesaikan sengketanya dalam keadaan damai, dan dalam waktu 60 hari sejak permohonan berkonsultasi diterima oleh pihak lainnya dikeluarkan putusan perdamaian tersebut. Alternatif ke-dua, apabila si termohon menolak permohonan perdamaian yang diajukan, maka pemohon dapat memohonkan suatu panel atau badan pekerja (working party) pada pengadilan GATT, untuk menyelesaikan sengketanya.
Pembentukan panel ini dianggap sebagai upaya terakhir suatu penyelesaian sengketa dalam GATT. Namun demikian, ketentuan GATT masih mengizinkan para pihak untku bersepakat mencari alternatif penyelesaian lainnya yang masih memungkinkan, yaitu jasa baik, konsiliasi, dan mediasi. Ketiga bentuk alternatif itu pada pokoknya bersifat sama, yaitu mengundang pihak ke-tiga yang netral untuk menyelesaikan sengketa mereka.
Dalam kasus pisang antara masyarakat eropa (ME) melawan negara-negara Amerika Latin, mereka menggunakan saluran jasa baik untuk menyelesaikan sengketa tersebut. ME dan negara-negara Amerika Latin sepakat meminta Direktur Jendral GATT untuk menyelesaikan sengketa mereka.
Perkembangan lain yang lahir dari hasil perjanjian dibolehkan upaya hukum banding, yaitu lembaga yang akan menerima keberatan salah satu pihak dalam sengketa dan dibentuk panel yang terdiri dari 7 orang. Mereka bertugas selama 4 tahun. Setiap kali ada permohonan banding maka 3 orang anggota akan menanganinya. Mereka adalah orang-orang yang diakui otoritasnya, ahli dalam hukum perdagangan internasional dan masalah-masalah GATT. Mereka adalah orang-orang privat atau swasta, yang tidak terikat oleh tugas atau hubungan kerja apapun dengan pemerintahnya atau pemerintah tertentu.
Proses pemeriksaan banding tidak boleh lebih dari 60 hari sejak para pihak memberi tahukan secara formal keinginannya untuk banding. Hasil pemeriksaan dilaporkan dan disahkan oleh Badan Pemeriksa Sengketa (BPS).
4. WTO
Tujuan Organisasi Perdagangan Sedunia (World Trade Organization/WTO) yang didirikan pada tahun 1995 ini adalah:
Mengatur pelaksanaan perjanjian mengenai perdagangan internasional yang ada.
Menjadi forum bagi perundingan mengenai liberalisasi perdagangan global.
Dalam perundingan mengenai liberalisasi perdagangan global, Jerman menjadi pendukung kuat peningkatan integrasi negara2 berkembang ke dalam perdagangan sedunia.
Akan tetapi, ketidakseimbangan kedudukan negara berkembang dan negara maju dalam suatu OI juga tampak nyata dalam WTO. Dalam organisasi ekonomi global pendukung perdagangan bebas dan adil ini terjadi perbedaan sikap yang ditunjukkan oleh negara2 maju-kapitalis terhadap negara berkembang.
Contohnya terjadi dalam proses perundingan untuk menentukan keputusan selama Konferensi Tingkat Menteri (KTM) berlangsung. KTM sebagai badan pembuat keputusan tertinggi di WTO ternyata tak mampu menghasilkan keputusan yang menguntungkan bagi semua pihak, baik negara maju maupun negara berkembang akibat ketidakterbukaan informasi dalam penyelenggaraan KTM.
Hira Jhamtani melalui bukunya ”WTO dan Penjajahan Kembali Dunia Ketiga” menyebutkan bahwa banyak perundingan yang dilakukan dalam ruangan tertutup secara ’informal’, tetapi hasilnya dipaksakan menjadi keputusan formal. Ketika delegasi negara2 berkembang diberi naskah deklarasi pada malam hari sebelum penutupan sidang, banyak yang mengeluh akan proses yang tidak transparan dan tidak demokratis tersebut.
Radha Sinha, seorang developmentalis yang pendapatnya dikutip oleh Clive Archer dalam ”International Organization Second Edition” berpendapat bahwa posisi negara industri memiliki kapabilitas lebih besar dalam menentukan arah kebijakan suatu OI, seperti, IMF dan IBRD.
Kenyataan ini muncul sejak KTM I di Singapura di mana negara2 maju, seperti, Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Kanada secara tiba-tiba mengusulkan lima (5) klausul baru untuk dibahas dalam perundingan yaitu mengenai:
Isu penanaman modal,
Kebijakan persaingan,
Pembelanjaan pemerintah,
Fasilitasi perdagangan, serta
Pengaturan tenaga kerja.
à Kelima usul baru ini sebelumnya tidak diagendakan dalam KTM Singapura. Walaupun klausul mengenai tenaga kerja akhirnya tidak dibahas dalam sidang, tetap saja empat usul lainnya dimasukkan ke dalam agenda kerja WTO.
Oleh karena itu, Hira Jhamtani berpendapat bahwa WTO menjadi alat untuk memajukan agenda globalisasi korporasi menuju dominasi perusahaan2 multinasional (Multinational Corporations/MNC) atas kehidupan masyarakat biasa.
Berarti, WTO hanyalah suatu cara baru bagi negara maju untuk mengeksploitasi negara berkembang. Jadi, walaupun era kolonialisme dan imperialisme sudah berakhir, tetapi kondisi ekonomi politik internasional masih menyisakan struktur kelas antara core dan periphery.
Eksploitasi ini terjadi karena adanya sejumlah kemungkinan yang dialami oleh negara berkembang sbb:
Tidak begitu memahami fenomena eksploitasi ini,
Tidak sadar bahwa negaranya sedang dieksploitasi, atau
Justru merasa diuntungkan oleh organisasi tersebut
5. NAFTA
NAFTA (North America Free Trade Aggreemnet) merupakan suatu bentuk organisasi kerjasama perdagangan bebas negara-negara Amerika Utara yang terdiri dari Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko. NAFTA didirikan pada tanggal 12 Agustus 1992 di Washington DC oleh wakil-wakil dari pemerintahan Kanada serta pemerintahan tuan rumah yaitu Amerika Serikat. Dan diresmikan pada tanggal 1 Januari 1994. Pada dasarnya NAFTA merupakan organisasi yang menjanjikan kemudahan bagi negara-negara persertanya di bidang ekonomi, mulai dari diberikannya pembebasan tarif bea masuk bagi komoditi-komoditi tertentu hingga adanya perlakuan adil terhadap penanam modal asing yang akan menanamkan modalnya di masing-masing negara peserta.
NAFTA menghilangkan semua batas-batas nontarif bagi perdagangan sektor pertanian antara Amerika dan Meksiko. Ketentuan-ketentuan agrikultural Amerika-Kanada digabungkan dengan NAFTA dengan bergabungnya Meksiko. Dengan ketentuan tersebut semua tarif pada perdagangan sektor pertanian antara Kanada dan Amerika dicakup oleh tariff-rate quotas (TRQ’s) dihapus sejak 1 Januari 1998. Tujuan pembentukan NAFTA adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja melalui usaha menghilangkan berbagai hambatan perdagangan, menciptakan iklim untuk mendorong persaingan yang adil, meningkatkan peluang investasi, memberikan perlindungan terhadap hak milik intelektual, dan menciptakan prosedur yang efektif dalam penyelesaian perselisihan perdagangan antara ketiga negara anggotanya.
Ketentuan yang Mengatur Anggota NAFTA
Tujuan utama NAFTA adalah untuk mengatur hak-hak dan kewajiban serta kepentingan-kepentingan negara-negara anggotanya dalam bidang sebagai berikut:
a. Perdagangan
Dalam bidang perdagangan pengaturannya memuat ketentan tentang penghapusan hambatan tarif dan non tarif. Tarif akan diturunkan secara perlahan, tergantung jenis dan tingkat kepentingan terhadap produk. Menjelang tahun 1994, 50% tarif dihilangkan dan penurunan terhadap tarif yang lain dilakukan dalam waktu 5 s/d 10 tahun diharapkan secara perlahan ketiga negara NAFTA pada akhirnya dapat memperoleh keuntungan dari penghapusan tarif.. Hambatan non tarif seperti user fees, izin impor (import License) dan kuota akan segera di hapus dengan beberapa pengecualian, kuota masih dikenakan terhadap bidang energi, pertanian, otomotif dan tekstil.
b. Keimigrasian
Di bidang keimigrasian, NAFTA memberikan kemudahan bagi pengusaha yang akan melakukan kegiatan bisnisnya, NAFTA mengizinkan adanya visa sementara kepada pengusaha dan barang barang untuk tujuan tertentu (temporary entry for bussines person & goods), bentuk insentif yang diberikan untuk mempermudah investasi dengan membebaskan orang, barang, peralatan promosi seperti televisi alat peraga, barang-barang dengan tujuan pameran serta barang modal dibebaskan masuk secara temporer.
c. Finansial
Dalam bidang finansial, hak-hak yang diatur adalah hak untuk transfer mata uang dalam investasi dan perdagangan, pembebasan penggunaan mata uang ketiga negara berdasarkan nilai pasar pada saat hari transaksi. Ketentuan dalam bidang finansial ini juga mengatur tentang larangan transfer yang berkitan dengan kepailitan.
d. Investasi
NAFTA mengatur tentang Investasi, yang menurut definisi umum berarti pembelian aset untuk meningkatkan nilai suatu produk, yang meliputi tanah, bangunan, barang modal dan bahan baku serta bahan penolong untuk kegiatan produksi, Investasi dalam pengertian NAFTA bukan merupakan investasi portofolio. Definisi investasi meliputi juga Stock, Bond, Loans, Income, Profit, Interest, Real Estate. Dalam bidang investasi NAFTA memberlakukan ketentuan “equal treatment”, persamaan perlakuan terhadap investor di masing-masing negara anggota. Investor yang menanamkan investasi di Kanada akan mendapat perlakuan yang sama di negara Amerika Serikat dan Meksiko, begitu juga sebaliknya, investor dari Amerika Serikat dan Meksiko akan diperlakukan sama di Kanada. Perlakuan kepada investor masing-masing negara ini berdasarkan perdagangan internasional yang adil, transparan dan liberal dan akan memperoleh proteksi penuh dan jaminan keamanan di masing masing negara, negara bagian.
Dalam ketentuan NAFTA tercakup juga masalah jaminan Investasi, pelarangan pengistimewaan sumber-sumber lokal bagi kepentingan ketiga negara, transfer teknologi, keseimbangan perdagangan dan pengistimewaan pemakaian produk NAFTA terhadap pihak diluar NAFTA. Dalam beberapa hal tertentu negara anggota masih di mungkinkan memperlakukan khusus terhadap investor tertentu yang memiliki arti penting bagi perekonomian negara. Beberapa pengecualian dalam bidang investasi yang lain dalam ketentuan NAFTA adalah sektor-sektor yang secara konstitusi dilarang untuk investasi asing, seperti pelarangan pemerintah Meksiko terhadap Investasi asing untuk sektor energi, rel kereta api, perumahan/property yang terletak di perbatasan dan di sepanjang pantai. Pengecualian lain adalah masalah monopoli, bentuk-bentuk monopoli perusahaan negara masih dimungkinkan, sepanjang tidak menggunakan posisi monopoli untuk bersaing di pasaran non monopoli. Perhatian lain dari ketentuan NAFTA adalah terhadap masalah lingkungan, negaranegara NAFTA setuju untuk tetap mempertahankan standar baku mutu lingkungan.
Ketentuan NAFTA terhadap Pihak Luar
perdagangan
Ketentuan terhadap pihak diluar NAFTA dalam masalah perdagangan, memberlakukan ketentuan proteksi untuk memaksimalkan keuntungan angota NAFTA. Produk-produk perdagangan dari negara diluar NAFTA, disamping dikenakan hambatan tarif yang bervariasi, juga dikenakan hambatan non tariff yang ditujukan untuk melindungi, memaksimalkan produksi dan penggunaan tenaga kerja anggota NAFTA. Untuk mendeteksi barang-barang yang berasal dari luar NAFTA maka, diberlakukan ketentuan asal barang, yang di dalamnya juga diperinci presentase bahan baku, asal bahan baku dan komponen biaya lain seperti upah buruh, transportasi dan lain-lain.
b. Investasi
Dalam meningkatkan kesempatan investasi, akan memiliki pengaruh secara langsung terhadap pihak-pihak di luar NAFTA. Peningkatan kesempatan investasi ini bisa berarti membuka peluang semakin banyaknya investor menanamkan modal di NAFTA dengan memberlakukan proteksi yang di tujukan untuk menarik investasi asing masuk ke dalam NAFTA Investor yang akan diperlakukan diskriminatif adalah mereka :
1). Mereka yang tidak memiliki bisnis yang substansial, yaitu mereka yang tidak melakukan investasi nyata di bidang bidang manufaktur atau kegiatan lain yang memberikan keuntungan substansial bagi NAFTA.
2). Investor yang memiliki perusahaan di NAFTA, namun pengendali perusahaan itu berasal dari negara-negara yang memliki hubungan diplomatik yang buruk dengan negara anggota NAFTA atau negara yang diembargo salah satu negara NAFTA.
c. Imigrasi
Dalam NAFTA di atur ketentuan mengenai Temporary entry for business person (TEFBP). TEFBP ini di berikan kepada para pengusaha yang berasal dari luar NAFTA yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan dan investasi, yaitu pekerja professional, pedagang dan investor substantial, perpindahan perkerja antar perusahaan danPengusaha yang melakukan kunjungan bisnis. Keempat golongan tersebut di bebaskan dari keharusan memiliki sertifikat/perijinan kerja, di bebaskan dan keharusan mengikuti test kelayakan kerja. Ketentuan NAFTA ini bersifat diskriminatif terhadap orang-orang di luar keempat golongan di atas. Dengan adanya ketentuan ini, investor potensial di beri kemudahan untuk melakukan bisnis di NAFTA.
Dampak NAFTA terhadap Negara Anggotanya
Keuntungan
Adapun keuntungan-keuntungan yang telah dicapai dengan terbentuknya organisasi perdagangan bebas ini adalah sebagai berikut:
Sektor Pertanian Amerika
Kanada dan Meksiko adalah pasar ekspor kedua dan ketiga terbesar bagi Amerika. Gabungan kedua ekspor tersebut lebih besar dibanding eksport ke Jepang atau 15-anggota Uni Eropa. Sejak tahun fiskal (1992-1998), nilai ekspor keluar sektor pertanian Amerika meningkat 26 persen. Selama periode tersebut ekspor pertanian dan makanan pada kedua pasar NAFTA meningkat 48 persen.
Perdagangan dengan Meksiko
Selama tahun fiskal 1997-1998 ekspor makanan dan pangan Amerika ke Meksiko meningkat dari 881 juta dolar menjadi 5,9 milyar dolar – level terbesar selama 5 tahun dalam NAFTA. Amerika banyak mengekspor produk pangan ke Meksiko dibanding China, Hongkong dan Rusia tahun lalu. Sekarang Amerika mensuplai hampir 75 persen impor pangan Meksiko. NAFTA menjaga pasar Meksiko tetap terbuka bagi produksi pangan Amerika walaupun sejarah krisis ekonomi terburuk Meksiko modern. Saat melemahnya peso ekspor pangan Amerika turun sampai 11 persen tahun 1995, dan meningkat kembali 60 persen tahun 1998. Meski perdagangan pangan telah meningkat pada dua arah dibawah NAFTA, ekspor Amerika ke Meksiko meningkat dengan cepat dibanding impor dari Meksiko. Surplus perdagangan pangan Amerika dengan Meksiko adalah 1,32 milyar dolar pada tahun 1998.
Perdagangan dengan Kanada
Kanada telah menjadi pasar yang stabil bagi perdagangan pangan Amerika dibawah FTA, dengan bertambahnya ekspor pangan 10 persen setiap tahun sejak tahun 1990-1998. Ekspor Amerika mencapai rekor 7 milyar dolar ke Kanada tahun 1998, dan bertambah lebih dari 89 persen sejak 1990. Buah-buahan dan sayuran segar, makanan ringan, dan konsumsi makanan lainnya mendekati hampir tiga perempat penjualan di Amerika.
Di atas telah dijelaskan bahwa NAFTA telah memberikan banyak keuntungan namun dari keuntungan-keuntungan tersebut ternyata yang mendapatkan banyak keuntungan terbanyak adalah negara Amerika Serikat. Baik dalam sektor pertanian Amerika Serikat, perdagangan Meksiko, perdagangan dengan Kanada. Amerika Serikat telah menjalankan kepentingan dengan mengadakan banyak perjanjian termasuk dalam perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara Amerika Utara ini. Dan dari penjelasan tersebut, terlihat jelas bahwa blok perdagangan bebas ini bersifat deskriminasi karena keuntungan yang diperoleh tidak bersifat merata. Negara Amerika yang merupakan negara super power ini yang kemudian menjadi pihak yang sangat untung.
Kerugian
Kemiskinan di Meksiko
Meskipun banyak keutungan yang dijanjikan NAFTA, rata-rata warga Meksiko tidak merasakan manfaatnya sejak dilaksanakannya perjanjian ini. Pada dua bulan pertama tahun 1995 stok pasar jatuh 24%, ratusan perusahaan tutup, dan lebih dari 250000 warga Meksiko kehilangan pekerjaan. Pekerja Amerika juga tidak melihat manfaatnya dari perjanjian perdagangan ini. Satu setengah tahun pertama dilaksanakannya NAFTA terlihat perdagangan Amerika menjadi defisit hampir 80000 pekerja Amerika kehilangan pekerjaannya. Para pekerja dari utara juga tidak mendapat kebaikan: upah di Meksiko menurun sekitar 40%-50%. Sementara biaya hidup meningkat 80% pendapatan hanya meningkat 30%. Tingkat inflasi tahun 1996 meningkat lebih dari 51% dan 20000 usaha bisnis kecil dan sedang mulai bangkrut dengen meningkatnya persaingan dari perusahaan-perusahaan multinasional.
Sampai dengan tahun 1996 lebih dari 2.3 juta warga Meksiko kehilangan pekerjaanya sejak dilaksanakannya NAFTA. Harga kebutuhan dasar seperti bahan bakar dan listrik meningkat pada tingkatan yang tidak terduga. Setahun setelah jatuhnya mata uang peso, tiga perempat keluarga Meksiko tidak mampu mendapatkan makanan dasar dan pelayanan dibutuhan agar menjaganya tetap di atas garis kemiskinan. Begitu menyedihkan nasib rakyat ini karena perdagangan yang tidak merata keuntungannya ini.
Permasalahan Sektor Pertanian di Meksiko
Sebelum dilaksanakannya NAFTA, sebagian lahan Meksiko digunakan untuk produksi jagung yang dihasilkan oleh 2,5 juta petani. Tahun 1996 Meksiko mengimpor senilai 1,1 milyar dolar jagung, yang merupakan salah satu produksi terkuatnya.
Kerugian dari NAFTA ini ternyata banyak dialami oleh Meksiko berbeda ahlnya dengan yang disakan oleh Amerika Serikat yang menikmati banyak keuntungan. Dari kasus tersebut telihat jelas bahwa NAFTA dan bentuk perjanjian perdagangan bebas lainnya tidak memberikan kesejahteraan secara merata namun hanya, sebelah pihak. Seperti kasus yang terjadi di Meksiko karena adanya pasar bebas, maka produk-produk dan perusahaan-perusahaan kesil di Meksiko menjadi bangkrut dan tutup. Sedangkan pihak yang menjadi untung adalah Amerika yang perekonomiannya menjadi defisit. Dengan kerugian yang dialami oleh Meksiko ini, akan sangat mempengaruhi masyarakat khususnya bagi masyarakat miskin seperti para petani. Bagi sebuah negara berkembang aspek pertanian merupakan hal sangat penting dan mempengaruhi kelangsungan hidup suatu negara. Dan ini merupakan tanggung jawab pemerintah. Namun, setelah masuknya NAFTA kebijakan-kebijakan dalam aspek pertananian tersebut juga disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku di NAFTA.
Dampak NAFTA terhadap Perdagangan Internasional
NAFTA sebagai instrumen baru perdagangan international, bersifat liberal dan terkedepan dalam melaksanakan ketentuan GATT, namun sangat protektif dan diskriminatif bagi pihak lain diluar NAFTA. Sebagai suatu blok perdagangan yang memproteksi investasi dan perdagangan negara-negara anggotanya, NAFTA telah menyebabkan terjadinya perubahan struktur perdagangan dunia dan menyebabkan terjadinya perubahan peta lokasi industri dunia. Perubahan struktur perdagangan dunia disebabkan oleh besarnya peran perekonomian negara-negara NAFTA dalam perdagangan dunia. Sebagai blok perdagangan yang protektif, ketentuan NAFTA telah menyebabkan terjadinya pemisahan siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan, serta merubah jenis barang yang dapat diperdagangkan. Mereka yang diuntungkan adalah mereka yang karena ketentuan NAFTA dapat melakukan kegiatan perdagangan, menggatikan posisi pihak yang tidak lagi dapat melakukan kegiatan perdagangan dan investasi di NAFTA.
NAFTA memberlakukan proteksi untuk tujuan menarik investor asing yang di sebut dengan istilah “Administered protection to encourage foreign investment.” Strategi ini menuntun investor asing untuk masuk ke dalam “Dinding Proteksi” (inside protection wall). Mereka yang dianggap anggota NAFTA adalah investor yang berasal dari luar NAFTA namun berinvestasi dan memiliki bisnis yang substansial di NAFTA maka mereka akan dianggap sebagai anggota NAFTA.
Negara yang memiliki Hubungan Bilateral dengan anggota NAFTA Kata bilateral menunjukan hubungan parsial Amerika Serikat negara anggota NAFTA lainnya dengan negara tertentu untuk dapat mengakses pasar NAFTA. Amerika Serikat mempelopori hal ini dengan menandatangani perjanjian bilateral dengan beberapa negara untuk menjamin akses pasar produk negara tersebut ke pasar Amerika Serikat NAFTA dalam ketentuannya juga memberikan keuntungan kepada negara-negara yang memiliki perjanjian perdagangan bilateral setelah perjanjian bilateral dengan Israel yang lebih bersifat politis, Amerika Serikat juga menandatangani beberapa perjanjian bilateral dengan negara-negara Karibia, Singapore dan Vietnam . Vietnam adalah contoh yang menggambarkan pengaruh hubungan bilateral dengan AS terhadap perkembangan perdagangan dan investasi Vietnam.
Negara negara Asia Tenggara dan Negara Industri Baru Asia merupakan negara yang export utama produk mereka bergeser dari produk pertanian dan hasil alam ke produk manufaktur. Ini menunjukkan bahwa peran industri manufaktur sangat besar dalam nilai export negara Negara Industri Baru Asia dan Asia Tenggara. Thailand merupakan contoh negara yang mengalami kerugian akibat berlakunya NAFTA, Tahun 2000 ekspor produk manufaktur Thailand tercatat sebesar US$ 69.270. juta Pada periode Januari – Juli 2001, ekspor Thailand tercatat US$ 38.376.juta sedangkan impornya US$ 38.129 juta, dibandingkan periode yang sama tahun 2000 ekspor meningkat 21,85% dan import meningkat 25,45%. Negara tujuan ekspor utama, AS (turun 0,47%) , Jepang (naik 7,69%). Singapore (turun 2,58%) Hongkong (naik 0,81%) Malaysia (naik 11,08%), China (naik 11,26%) Inggris (naik 12,84%) negara tujuan ekspor yang tumbuh mencapai 30-40% adalah sejumlah negara Eropa, Asia Tenggara, Timur tengah dan Amerika Latin. Ekspor Thailand ke tujuan Amerika serikat di dominasi produk pertanian, elektronik, dan Garmen, penurunan ekspor Thailand ke tujuan Amerika Serikat merupakan dampak berlakunya NAFTA, yang menyebabkan perusahaan industri melakukan relokasi perusahaan keluar dari Thailand, terutama ke Vietnam yang upah buruhnya lebih murah dan memiliki akses pasar ke Amerika Serikat.
Sebagai blok perdagangan yang protektif, NAFTA menyebabkan terjadinya perubahan lokasi industri. Proteksi memang cenderung untuk membuat terjadinya perubahan lokasi industri. Amerika Serikat pada tahun 1970-an, memproteksi produk otomotif Jepang, mobil sedang berukuran besar dilarang untuk memasuki pasar Amerika Serikat, akibatnya Jepang justru mengembangkan mobil-mobil kecil, dan merelokasi pabriknya ke kawasan Asia Tenggara. Adanya proteksi Amerika Serikat terhadap produk ekspor tekstil negara lain, dengan memberikan kelonggaran kepada negara berkembang untuk memasuki pasar Amerika Serikat melalui skema Sertifikat Asal Barang, telah menyebabkan perusahaan-perusahaan yang berasal dari negara-negara yang tidak lagi tergolong negara berkembang seperti Korea, Taiwan dan Hongkong, mengalihkan investasinya ke negara berkembang seperti Indonesia dan Thailand dengan tujuan untuk dapat memasuki pasar Amerika Serikat. Adanya proteksi yang diberlakukan NAFTA, menyebabkan terjadinya perpindahan lokasi industri.
CAFTA
a. Sejarah CAFTA
CAFTA (China-ASEAN Free Trade Agreement) adalah sebuah perjanjian perdagangan bebas antara Cina dan negara-negara ASEAN.
Sebelum dideklarasikannya CAFTA, pada tahun 2002 negara-negara di ASEAN telah membuat sebuah perjanjian perdagangan yang disebut AFTA (ASEAN Free Trade Agreement) yang beranggotakan 10 negara-negara di Asean.
Pada tahun 2006 China bersama negara-negara ASEAN menandatangani perjanjian yang disebut CAFTA. CAFTA berlaku mulai tahun 2010 untuk 6 negara (Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand dan Filipina) dan tahun 2015 untuk Kamboja, Myanmar, Laos dan Vietnam.
Perjanjian ini dimaksudkan untuk mendongkrak perekonomian di negara-negara ASEAN dan China dengan meluasnya perdangangan ke seluruh ASEAN dan China dengan tarif pajak yang sangat kecil.
b. Pro Kontra CAFTA
Pihak yang pro menyatakan CAFTA tidak hanya berarti ancaman serbuan produk-produk Cina ke Idonesia, tetapi juga peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Cina dan negara-negara ASEAN. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menegaskan bahwa free trade agreement (FTA) memberikan banyak manfaat bagi ekspor dan penanaman modal di Indonesia (Kompas, 5/1/2010).
Sebaliknya, Ernovian G Ismy, Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia menyatakan kekhawatirannya atas pemberlakukan perdagangan bebas ASEAN-Cina, di antaranya terjadinya perubahan pola usaha yang ada dari pengusaha menjadi pedagang. Intinya, jika berdagang lebih menguntungkan karena faktor harga barang-barang impor yang lebih murah, akan banyak industri kreatif nasional dan lokal yang gulung tikar hingga akhirnya berpindah menjadi pedagang saja (Republika, 4/1/2010).
c. Dampak CAFTA
Berlakunya CAFTA di Indonesia memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya antara lain:
1. Dengan diberlakukannya CAFTA bisa diprediksikan bahwa sejumlah produk barang dan jasa buatan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik Cina. Produk-produk hasil perkebunan seperti kakao, minyak kelapa sawit dan lain-lain misalnya akan lebih mudah diterima dan dibeli konsumen Cina sebab lebih kompetitif.
2. Bisa dijadikan motivasi Indonesia untuk lebih membangun masyarakat yang lebih produktif dan kreatif serta mandiri secara ekonomi.
Dampak negatif dari CAFTA antara lain:
1. Meningkatnya PHK dan pengangguran.
Perusahaan akan menahan biaya produksi melalui penghematan penggunaan tenaga kerja tetap. Sehingga job security tenaga kerja menjadi rapuh dan angka pengangguran meningkat. Padahal, industri merupakan sektor kedua terbesar setelah pertanian dalam menyerap tenaga kerja.
2. CAFTA akan mematikan banyak industri di Indonesia. Hal ini menyebabkan melonjaknya ketiadaan lapangan usaha di kalangan rakyat jelata.
3. Mematikan pedagang kecil dan UKM (Usaha Kecil Menengah).
4. CAFTA membuat ketergantungan Indonesia kepada Cina sangat besar
5. Akibat barang impor lebih murah, volume impor barang konsumsi pun naik, sehingga menghabiskan devisa negara dan membuat nilai tukar rupiah menjadi melemah.
6. Melemahnya industri manufaktur nasional.
Indonesia dalam perdagangan bebas itu hanya unggul sebatas pada perdagangan komoditas primer seperti minyak sawit mentah (CPO) dan bahan energi. sedangkan industri dasar tidak berkembang.
d. Solusi yang pernah ditawarkan atau diterapkan sebelumnya di Indonesia
Bangsa Indonesia tidak akan diam saja menghadapi CAFTA 2010, banyak yang telah memikirkan solusi untuk membuat bangsa ini dapat menghadapi CAFTA dengan sebaik-baiknya tanpa harus membuat bangsa ini jatuh ke dalam kemunduran ekonomi negara. Diantara solusi-solusi yang pernah ditawarkan baik oleh anak bangsa maupun oleh pemerintah ialah:
1. DPR berencana membuat Panja (Panitia Kerja)
Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana membentuk panitia kerja (panja) untuk membahas renegosiasi implementasi kesepakatan perdagangan bebas antara China dan ASEAN (China-ASEAN Free Trade Area/CAFTA). Pembentukan panja ini untuk penajaman, khususnya mencari solusi bagi sektor usaha yang tidak siap menghadapi CAFTA. Panja tidak dimaksudkan untuk meminta pembatalan, tetapi penundaan implementasi terhadap sektor-sektor yang belum siap bersaing.
2. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa membentuk tim koordinasi.
Tim koordinasi tersebut memiliki tiga tim teknis yang memiliki lima target program yang akan dilakukan sehingga CAFTA memberikan manfaat pula untuk Indonesia. Lima langkah utama itu adalah melakukan suatu pemantauan di pelabuhan-pelabuhan utama Indonesia atas barang-barang yang mendapatkan fasilitas terkait CAFTA. Hal kedua yang dilakukan adalah melakukan pengawasan pasar domestik. Juga dilakukan pengawasan apakah terjadi penyelundupan, anti-dumping dan apakah barang yang masuk dilengkapi dengan surat keterangan asal. Juga menjadi tugas tim bagaimana memberikan penguatan terhadap industri-industri yang ditengarai terkena dampak. Penguatan yang dimaksud adalah mempercepat pembangunan infrastruktur, menghilangkan hambatan-hambatan yang mendorong terjadinya ekonomi biaya tinggi, memberikan insentif fiskal dan non fiskal serta membantu promosi. Tugas tim yang kelima adalah meningkatkan upaya-upaya ekspor produk Indonesia ke berbagai negara yang menjadi peluang pasar.
3. Menko Perekonomian berencana melakukan standardisasi
Menteri perdagangan Hatta Rajasa mengatakan pada Media Indonesia bahwa pemerintah akan mengeluarkan notifikasi inventaris yang bisa dibicarakan ada sekitar 200-an dan tidak bisa disebutkan satu persatu yang jelas pemerintah melakukan sesuatu agar agreement ini tidak menyebabkan injury bagi industri-industri di Indonesia.
4. Pembentukan Balai Pelatihan Promosi Export Daerah
Di beberapa daerah di Indonesia telah dibentuk Balai Pelatihan Promosi Export Daerah. Ada lima daerah yang mempunyai balai ini yaitu Makasar, Surabaya, Medan dan Banjarmasin. Balai pelatihan tersebut nantinya dapat meningkatkan kapasitas komoditas ekspor ke berbagai negara. Balai itu nantinya akan diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin berusaha, kalangan Usaha Kecil dan Menegah dan Mahasiswa. Keberadaan Balai Pelatihan tersebut dapat mempercepat akses pasar di luar negeri. Saat ini Indonesia sudah memiliki 19 perwakilan Indonesia Trade Promotion Center di Kanada dan Eropa.
5. Bantuan mesin produksi dan pelatihan.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Surabaya memberi bantuan mesin produksi kepada 4000 mikro kecil dan menengah (UMKM) di Surabaya. Penggunaan mesin dalam produksi ini akan mengurangi biaya produksi. Dengan biaya produksi murah harga barang menjadi lebih murah. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, kata dia, juga memberikan pelatihan kpada 4000 UMKM itu. Pelatihan dibagi dalam 20 bidang industri. Dimana setiap bidang industri ada sebanyak 200 peserta. Pelatihan bertujuan meningkatkan keterampilan pelaku UMKM sesuai jenis usahanya.
e. Solusi yang Dapat Diterapkan di Indonesia Untuk Menghadapi CAFTA 2010.
Saat ini CAFTA telah diberlakukan di Indonesia. Maka, tidak mungkin lagi Indonesia meminta penangguhan waktu dari perjanjian ini. Karena telah terlanjur , maka solusi yang dapat diterapkan adalah:
1. Meningkatkan daya saing produk lokal
Produk-produk China mempunyai harga yang lebih murah dan kualitas yang lebih baik daripada produk lokal. Maka peningkatan daya saing produk lokal perlu dilakukan karena sasaran dampak dari CAFTA ini lebih berakibat buruk terhadap produk lokal.
Upaya peningkatan daya saing produk lokal dapat dilakukan dengan peningkatan mutu dan kualitas produk lokal dengan biaya produksi yang seminimal mungkin.
Peningkatan mutu dan kualitas produk lokal dapat dilakukan seperti memperbarui desain produk sesuai dengan kegemaran konsumen atau up to date, membuat publikasi (iklan) yang lebih gencar kepada masyarakat sehingga masyarakat lebih mengenal produk lokal daripada produk China, membuat inovasi-inovasi terbaru yang dapat menyaingi produk-produk China.
Peningkatan mutu dan kualitas berbanding lurus dengan biaya produksi yang tinggi. Hal itu akan melambungkan harga produk lokal sehingga masyarakat akan lebih melirik produk China. Biaya minimal dapat diberikan pemerintah melalui pinjaman ringan pada usaha-usaha kecil dan menengah, mengurangi korupsi serta pungli di birokrasi pemerintahan. Peningkatan daya saing produk lokal ini dapat membuat konsumen di Indonesia lebih memilih produk-produk lokal daripada produk China.
2. Menyiapkan SDM yang Bermutu
Memproduksi barang yang murah dan berkualitas tidak akan tercapai sementara disisi lain SDM yang dimiliki pun berkualitas rendah. Karena CAFTA sudah didepan mata, maka perlu diadakan sebuah pelatihan-pelatihan yang harus segera dilaksanakan secepatnya. Pelatihan-pelatihan ini tidak hanya dilakukan di beberapa daerah tertentu saja melainkan diseluruh Indonesia. Pelatihan-pelatihan ini difokuskan untuk meningkatkan SDM yang mempunyai daya saing dalam memproduksi produk lokal. Pelatihan ini dapat berupa pelatihan pembuatan desain produk masa kini sesuai selera masyarakat, pelatihan cara mempublikasikan produk agar lebih dikenal masyarakat, pelatihan distribusi dan pemasaran peserta pelatihan yang merangsang masyarakat agar dapat membuat inovasi-inovasi terbaru dan berbeda.
Pelatihan ini diharapkan bukan hanya sebuah pelatihan yang akan dilupakan oleh peserta setelah pulang dari pelatihan. Pelatihan ini diharapkan dapat membangkitkan kemauan dan usaha SDM agar dapat secepat mungkin berkarya.
3. Realisasi Undang-Undang Perlindungan bagi Produsen dan UMKM di Indonesia.
Pemerintah perlu merealisasikan pelaksanaan Undang-Undang dan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan bangsa Indonesia utamanya produsen barang dan UMKM dalam menghadapi CAFTA ini. Dengan realisasi pelaksanaan undang-undang ini maka produsen produk lokal dan UMKM akan merasa benar aman dan tidak khawatir akan dirugikan CAFTA daripada negara lain.
4. Membuat kebijakan untuk distributor agar tidak mendistribusikan barang impor secara berlebihan
Penyebaran produk-produk China di Indonesia sampai ke pelosok-pelosok daerah tidak terlepas dari peran distributor. Sehingga, meluasnya penyebaran produk China dapat mengancam produk lokal yang kalah saing dengan produk China. Pemerintah dapat membuat kebijakan pembatasan pendistribusian barang impor secara berlebihan yang bisa mengancam produk lokal.
5. Mensosialisasikan cinta produk Indonesia
Hal-hal diatas tidak akan mungkin terlaksana sementara konsumen sendiri masih enggan untuk membeli produk lokal. Karena itu perlu diadakan sosialisai besar-besaran untuk mencintai dan membeli produk indonesia.
Sosialisasi ini dilakukan dengan memasang baliho dan spanduk di tempat-tempat strategis, membuat iklan layanan masyarakat di berbagai media, menyebar pamflet-pamflet ke seluruh Indonesia.
Sosialisasi ini perlu juga diawasi pelaksanaannya agar dapat terlaksana dengan baik.
Akhirnya, segala hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak buruk CAFTA tidak bisa maksimal selama pemerintah dan masyarakat tidak bersatu berupaya mengurangi dampak CAFTA. Namun, perlu disadari bahwa kemampuan Indonesia menghadapi CAFTA agar tidak berdampak buruk bagi bangsa ini tidak bisa dibandingkan dan disamakan dengan kesiapan China yang telah mempersiapkan diri bertahun-tahun dalam menghadapi perdagangan bebas dunia.
0 komentar:
Post a Comment