Pages

Banner 468 x 60px

Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sejarah SMA Kabupaten Timor Tengah Selatan
 

Tuesday, August 22, 2017

Organisasi Global

0 komentar
Organisasi global dan regional diantaranya: GNB, ASEAN, OKI, APEC, OPEC, MEE, GATT, WTO, NAFTA dan CAFTA
Organisasi Regional
Organisasi regional adalah organisasi yang luas wilayahnya meliputi beberapa negara tertentu saja. Organisasi regional mempunyai wilayah kegiatannya bersifat regional, dan keanggotaan hanya diberikan bagi negara-negara pada kawasan tertentu saja. Berikut ini merupakan contoh dari organisasi regional :

  1. Gerakan Nonblok (GNB)

Latar Belakang GNB

Tujuan pembentukan Gerakan Nonblok (GNB) adalah untuk mempertahankan diri dengan jalan mempersatukan diri di antara negara2 netral guna menghadapi intervensi negara adikuasa (Blok Barat yang dipimpin USA dan Blok Timur di bawah pimpinan USSR).
Konsep Nonblok adalah tidak berpihak pada salah satu blok, baik itu blok Barat maupun blok Timur.
Faktor pendorong berdirinya GNB:
Persamaan nasib bangsa2 yang pernah dijajah telah menimbulkan penggalangan solidaritas untuk mengenyahkan kolonialisme.
Terjadinya Perang Dingin dan ketegangan dunia akibat persaingan antara blok barat dan blok Timur.
Terjadinya Krisis Kuba yang mengancam perdamaian dunia.
Pertemuan di Kairo pada 1961 untuk mempersiapkan KTT I GNB.
Landasan Keputusan GNB:
Kebebasan dan ketidaktergantungannya berdasarkan kepentingan nasional dan internasional.
Beberapa tujuan GNB sebagai suatu organisasi adalah:
Mendukung perjuangan dekolonisasi.
Memegang teguh perlawanan terhadap imperialisme, neokolonialisme, dan rasialisme.
Sebagai wadah perjuangan bagi negara2 berkembang dalam mencapai tujuannya.
Mengurangi ketegangan antara blok Barat dan blok Timur.
Mengadakan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan kekerasan.
Prinsip2 GNB sbb:
Tidak memihak pada salah satu blok dalam persaingan antara blok Barat dan blok Timur.
Berpihak pada perjuangan antikolonialisme. Menolak ikut serta dalam berbagai bentuk aliansi militer.
Menolak aliansi bilateral dengan negara super power. Menolak pendirian basis militer negara super power di wilayah masing2.
Prinsip dasar dan tujuan GNB adalah mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan prinsip universal mengenai:
Kesamaan kedaulatan, Hak dan martabat negara2 di dunia, Menghormati HAM, dan Kemerdekaan yang fundamental.
GNB menentang: Imperialisme, Kolonialisme, Neokolonialisme, Perbedaan warna kulit, dan Segala bentuk ekspansi, dominasi, serta menolak segala pemusatan kekuasaan.

Lima (5) Tokoh Pelopor Berdirinya GNB:
Presiden Ir. Soekarno (Indonesia)
Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia)
Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir)
Perdana Menteri Jawaharlal Nehru (India)
Perdana Menteri Kwame Nkrumah (Ghana)
Sejarah Berdirinya GNB
·         Berakhirnya Perang Dunia II telah melahirkan dua blok kekuatan dunia, yaitu blok Barat dan blok Timur à Blok Barat yang beraliran Liberal dipimpin Amerika Serikat (USA), sedangkan blok Timur yang berideologi komunis dipimpin Uni Soviet (USSR).
·         Kelahiran dua blok kekuatan tsb merupakan ancaman serius bagi perdamaian. Oleh karena itu, lahirlah Gerakan Nonblok (GNB) yang dianggap sebagai solusi bagi negara2 yang ingin tetap netral dan bebas dari pengaruh salah satu blok.
·         Dalam hal ini, Konferensi Asia Afrika (KAA) dianggap sebagai pendahulu bagi berdirinya GNB karena KAA telah melahirkan prinsip2 perdamaian, kerja sama internasional, kebebasan, kemerdekaan, dan hubungan antarbangsa.
·         Pada tahun 1956, Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir), Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), dan PM Jawaharlal Nehru (India) mengadakan pertemuan di Brioni.
·         Pada September 1960, ketiga tokoh tersebut mengadakan pertemuan dengan Ir. Soekarno dan Nkrumah dari Ghana. Pertemuan ini lalu diikuti dengan Pertemuan Persiapan Konferensi GNB di Kairo pada Juni 1961 yang merumuskan kriteria negara yang akan diundang dalam KTT GNB I dan prinsip2 GNB.
KTT GNB
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) GNB adalah forum tertinggi organisasi tersebut.
Konferensi ini dihadiri oleh para kepala negara maupun kepala pemerintahan dari negara2 anggota.
Hingga tahun 2006, KTT GNB telah dilaksanakan 14 kali:
1. KTT I GNB : Di Beograd, Yugoslavia (1-6 September 1961)
Hasil konferensi:
Membahas upaya penghentian praktik imperialisme dan kolonialisme,
Mencegah percobaan senjata nuklir, serta
Mendamaikan blok Barat dan blok Timur.
2. KTT II GNB : Di Kairo, Mesir (5-10 Oktober 1964)
Hasil konferensi:
Membahas tentang usaha perdamaian dunia dan
Membahas kerjasama ekonomi.
3. KTT III GNB : Di Lusaka, Zambia (8-10 September 1970)
Hasil konferensi:
Membahas tentang usaha perdamaian dunia serta
Membahas peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran negara2 berkembang.
4. KTT IV GNB : Di Aljir, Aljazair (5-9 September 1973)
Hasil konferensi:
Membahas tentang usaha peningkatan kerjasama dan saling pengertian antarnegara berkembang,
Meredakan ketegangan di Timur Tengah dan pergolakan di Rhodesia, serta
Membahas diskriminasi ras di Afrika Selatan.
5. KTT V GNB : Di Kolombo, Srilangka (16-19 September 1976)
Hasil konferensi:
Membahas tentang usaha menghindari ancaman perang nuklir serta
Memperkokoh persatuan dan kesatuan antarnegara berkembang.
6. KTT VI GNB : Di Havana, Kuba (16-19 September 1979)
Hasil konferensi:
Membahas tentang usaha mewujudkan tatanan ekonomi dunia baru untuk negara berkembang dan
Mengusulkan negosiasi global untuk membentuk kerjasama yang bersifat global.
7. KTT VII GNB : Di New Delhi, India (7-12 Maret 1983)
Hasil konferensi:
Menghasilkan ”The New Delhi Message” yang berisi dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina dan Namibia serta
Berusaha memecahkan krisis ekonomi dunia dengan membentuk Tatanan Ekonomi Dunia Baru.
8. KTT VIII GNB : Di Harare, Zimbabwe (1-6 September 1986)
Hasil konferensi:
Membahas tentang usaha mengakhiri pertikaian antara Irak dan Iran.
9. KTT IX GNB : Di Beograd, Yugoslavia (4-7 September 1989)
Hasil konferensi:
Membahas tentang usaha memperjuangkan kerjasama dan dialog antarnegara Selatan.
10. KTT X GNB : Di Jakarta, Indonesia (1-6 September 1992)
Hasil konferensi:
Menghasilkan ”Jakarta Message” atau ”Pesan Jakarta” yang berisi tentang pembahasan:
masalah kependudukan,
penyelesaian utang luar negeri,
pembentukan cadangan pangan bersama,
peningkatan kerjasama negara Utara-Selatan, serta
peningkatan kerjasama antarnegara Selatan.
11. KTT XI GNB : Di Kartagena, Kolombia (16-22 Oktober 1995)
Hasil konferensi:
Membahas tentang usaha penataan kembali dan demokrasi di forum PBB.
12. KTT XII GNB : Di Durban, Afrika Selatan (1-6 September 1998)
Hasil konferensi:
Membahas tentang usaha demokratisasi dalam hubungan antarnegara di seluruh dunia.
13. KTT XIII GNB : Di Kuala Lumpur, Malaysia (20-25 Februari 2003)
Hasil konferensi:
Membahas tentang revitalisasi GNB dan usaha meredakan Perang Teluk III.
14. KTT IV GNB : Di Havana, Kuba (1-6 September 2006)
Hasil konferensi:
Menghasilkan Deklarasi yang Mengutuk Serangan Israel atas Lebanon,
Mendukung program Nuklir Iran,
Mengritik kebijakan negara Amerika Serikat,
Menyerukan pada PBB agar lebih berpihak kepada negara kecil dan negara berkembang.
Perkembangan GNB
Setelah Perang Dingin berakhir, negara2 anggota GNB masih bersemangat dalam bekerjasama.
Pasca Perang Dingin, semangat kerja sama di anggota GNB masih tinggi. Ketika itu, kepemimpinan GNB pasca Perang Dingin dipegang oleh Indonesia (1992- 1995), di mana Indonesia memprakarsai kerjasama teknis di beberapa bidang sbb:
Pelatihan tenaga kesehatan dan Keluarga Berencana,
Studi banding para petugas pertanian, dan
Menghidupkan kembali dialog Utara-Selatan untuk meringankan hutang luar negeri negara berkembang.
Setelah kepemimpinan GNB diganti oleh Kolombia, kerjasama antaranggota GNB mulai menurun. Oleh karena itu, semangat kerjasama perlu dihidupkan kembali melalui revitalisasi yang dilakukan saat KTT GNB ke-13 tahun 2003 di Malaysia dan KTT GNB ke-14 di Kuba tahun 2006. Akan tetapi, upaya revitalisasi tersebut hingga kini masih belum berhasil. Bahkan, semangat kerjasama di antara anggota GNB semakin menurun tajam.

Peran Indonesia dalam GNB
Faktor utama keikutsertaan Indonesia bergabung dalam GNB adalah karena adanya kesesuaian prinsip GNB dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.
Dalam hal ini, Indonesia yakin bahwa perdamaian dapat tercipta jika tidak ada negara yang mendukung suatu pakta militer atau aliansi militer ttt.
Peran Indonesia dalam GNB adalah:
1.       Indonesia berperan sebagai pelopor berdirinya GNB yang dimulai sejak menggagas pembentukan GNB. Gagasan pembentukan GNB ini dikemukakan oleh Presiden Soekarno bersama PM Jawaharlal Nehru (yang juga pelopor KAA). Akhirnya, bersama empat pemimpin negara India, Ghana, Yugoslavia, dan Mesir, Indonesia mendeklarasikan berdirinya GNB. Indonesia bahkan juga aktif dalam persiapan penyelenggaraan KTT GNB di Beograd.
2.       Dalam KTT X GNB tahun 1992, Indonesia berperan sebagai tuan rumah penyelenggaraan KTT di mana Presiden Soeharto ketika itu bertindak sebagai ketua GNB.
3.       Indonesia memprakarsai kerja sama teknis di beberapa bidang, seperti, bidang pertanian dan kependudukan.
4.       Indonesia mencetuskan upaya untuk menghidupkan kembali dialog Utara-Selatan.
2.ASEAN

Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (PERBARA) atau lebih populer dengan sebutan Association of Southeast Asia Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi geopolitik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus 1967 melalui Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, serta memajukan perdamaian di tingkat regionalnya. Negara-negara anggota ASEAN mengadakan rapat umum pada setiap bulan November.
Organisasi Regional adalah organisasi yang luas wilayahnya meliputi beberapa negara tertentu saja. Organisasi regional mempunyai wilayah kegiatannya bersifat regional, dan keanggotaan hanya diberikan bagi negara-negara pada kawasan tertentu saja. Berikut ini merupakan contoh dari organisasi regional :
APEC : Asia Pasific Economic Cooperation ( organisasi kerja samaa negara-negara kawasan Asia Pasifik di bidang ekonomi )
EEC : Europe Economic Community ( Masyarakat Ekonomi Eropa ) kawasan Eropa
ASEAN : Association of Southeast Asian Nations = Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (PERBARA) ( Dibentuk 8 Agustus 1967, memiliki 10 negara anggota, Timor Leste dan Papua new Guinea hanya sebagai pemantau, dan masih mempertimbangkan akan menjadi anggota)
EU = The European Union (27 negara anggota, 1 november 1993)
G8 = Group of Eight, kelompok negara termaju di dunia. Sebelumnya G6 pd thn 1975, kemudian dimasuki oleh Kanada 1976 (Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Britania Raya, Amerika Serikat, Kanada dan Rusia (tidak ikut dalam seluruh acara), serta Uni Eropa.


Peran yang dimainkan oleh organisasi-organisasi regional sangat berbeda bergantung pada karakteristik organisasi tersebut. Karakteristik ini dipengaruhi oleh faktor geografis, ketersediaan sumber-sumber dan struktur organisasi. Perbedaan faktor-faktor ini akan mempengaruhi bentuk Organisasi Regional dan organ-organ yang menopangnya. Perbedaan karakter ini juga nantinya akan berpengaruh pada mekanisme dan prosedur penyelesaian konflik yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa antara anggota dalam sebuah Organisasi Regional.
ASEAN sebagai Organisasi Internasional Regional.
Pada tahun 1966 Indonesia mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia. Sementara itu, negara tetangga yaitu Filipina meredakan tuntutannya terhadap wilayah Sabah. Sejak saat itu negara-negara di kawasan Asia Tenggara merasa perlu membentuk organisasi regional untuk kawasan Asia Tenggara. Hal ini didukung dengan persamaankepentingan dan permasalahan yang dihadapi negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
a. Perkembangan ASEAN
Berdirinya ASEAN ditandai dengan penandatanganan Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Tokohtokoh yang menandatangani Deklarasi Bangkok adalah Adam Malik (Menteri Luar Negeri Indonesia), S. Rajaratnam (Menteri Luar Negeri Singapura), Tun Abdul Razak (Pejabat Perdana Menteri Malaysia), Thanat Khoman (Menteri Luar Negeri Thailand), dan Narcisco Ramos (Menteri Luar Negeri Filipina).
Pada tanggal 8 Januari 1984 Brunei Darussalam bergabung menjadi anggota ASEAN. Vietnam menjadi anggota ketujuh ASEAN pada tanggal 28 Juli 1995. Dua tahun kemudian, pada tanggal 23 Juli 1997 Laos dan Myanmar menjadi anggota ASEAN, disusul Kamboja pada tanggal 30 April 1999. Negara baru, Timor Leste, yang dahulu merupakan sebuah provinsi di Indonesia hanya mendapatkan status pemerhati (observer) dalam ASEAN. Hal ini setelah menuai protes dari beberapa negara ASEAN yang tidak mendukung masuknya Timor Leste ke ASEAN. ASEAN memiliki beberapa tujuan antara lain:
mempercepat pertumbuhan ekonomi, sosial, dan kebudayaan bangsa Asia Tenggara;
meningkatkan stabilitas dan keamanan regional dan mematuhi prinsip-prinsip Piagam PBB; serta
memelihara kerja sama bidang organisasi regional maupun internasional.
b. Peran Serta Indonesia dalam ASEAN
Indonesia menunjukkan peran aktif dalam ASEAN sejak masa pembentukannya. Indonesia berkeyakinan bahwa Asia Tenggara bisa berkembang menjadi kekuatan regional yang mandiri dan kuat. Peran Indonesia dalam ASEAN sebagai berikut:
Sebagai negara pemrakarsa berdirinya ASEAN.
Sebagai penyelenggara KTT I dan IX yaitu di Bali.
Sebagai tempat kedudukan sekretariat tetap, yaitu di Jakarta.
Turut menyelesaikan pertikaian antarbangsa atau negara.
Mendukung kesepakatan bahwa Asia sebagai kawasan yang bebas, damai, netral, atau Zone of Peace, Freedom and Neutrality (ZOPFAN).
Menyelenggarakan Jakarta Informal Meeting (JIM) untuk meredakan konflik di wilayah Kamboja.
3.Organisasi Konferensi Islam (OKI)


OKI merupakan organisasi Negara-negara Islam dan negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yang dibentuk sebagai reaksi terhadap pembakaran mesjid Al Aqsa oleh Israel pada tanggal 21 Agustus 1969 yang merupakan salah satu tempat suci umat Islam, selain Mekkah dan Madinah serta bentuk penolakan terhadap pendudukan wilayah-wilayah arab oleh Israel termasuk pula penguasaan atas Yerussalem semenjak tahun 1967.

Latar belakang dan sejarah terbentuknya OKI
Pendudukan Israel atas wilayah-wilayah arab khususnya kota Yerusalem semenjak tahun 1967 telah menimbulkan kekawatiran bagi negara-negara arab dan umat Islam akan tindakan-tindakan yang mungkin dilakukan Israel terhadap wilayah pendudukannya termasuk di Yerusalem yang didalamnya berdiri mesjid Al Aqsa. Pada tanggal 21 Agustus 1969 kekawatiran Negara-negara arab dan umat Islam terbukti dengan tindakan Israel yang membakar mesjid Al aqsa. Pembakaran mesjid Al Aqsa tersebut menimbulkan reaksi dari pemimpin negara arab khususnya Raja Hasan II dari Maroko, menyerukan para pemimpin negara-negara arab dan umat Islam agar bersama-sama menuntut Israel bertanggungjawab atas pembakaran mesjid Al Aqsa tersebut Seruan Raja Hasan II dari Maroko mendapat sambutan dari Raja Faisal dari Arab Saudi dan Liga Arab, yang langsung ditindaklanjuti dengan pertemuan para duta besar dan menteri luar negeri liga arab pada tanggal 22-26 Agustus 1969 yang berhasil memutuskan :

• Tindakan Pembakaran mesjid Al Aqsa oleh Israel merupakan suatu kejahatan yang tidak dapat diterima.
• Tindakan Israel tesebut merongrong kesucian umat Islam dan Nasrani serta mengancam keamanan Arab.
• Mendesak agar segera dilakukan Konfrensi Tingkat Tinggi negara-negara Islam.
Untuk merealisasikan hasil-hasil pertemuan diatas kemudian dibentuklah panitia penyelenggara KTT Negara-negara Islam oleh Arab Saudi dan Maroko berangotakan; Malaysia, Palestina, Somali dan Nigeria, dan pada tanggal 22-25 September 1969 dilangsungkan Konfrensi Tingkat Tinggi negara-negara Islam dihadiri 28 negara dan menghasilkan beberapa keputusan penting diantaranya :

1. Mengutuk pembakaran mesjid Al Aqsa oleh Israel
2. Menuntut pengembaliam kota Yerusalem sebagaimana sebelum perang tahun 1967.
3. Menuntut Israel untuk menarik pasukannya dari seluruh wilayah arab.
4. Menetapkan pertemuan menteri luar negeri di Jeddah Arab Saudi pada bulan Maret 1970.

Tujuan OKI
1. Memelihara dan meningkatkan solidaritas diantara negara-negara anggota dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan politik dan pertahanan keamanan.
2. Mengkoordinasikan usaha-usaha untuk melindungi tempat-tempat suci.
3. Membantu dan bekerjasama dalam memperjuangkan kemerdekaan rakyat Palestina.
4. Berupaya melenyapkan perbedaan rasial, diskriminasi, kolonialisme dalam segala bentuk.
5. Memperkuat perjuangan umat Islam dalam melindungi martabat umat, dan hak masing-masing negara Islam.
6. Menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis, saling pengertian antar negara OKI dan Negara-negara lain.
Struktur organisasi OKI
Struktur organisasi terdiri dari :
1. Badan utama meliputi :
• KTT para raja dan Kepala negara/pemerintahan
• Sekretaris Jenderal sebagai badan eksekutif
• Konferensi para Menteri luar negeri
• Mahkamah Islam Internasional sebagai badan Yudikatif
• Komite-komite khusus, meliputi :
• komite Al-Quds
2. komite social, ekonomi dan budaya
3. Badan-badan subsider meliputi:
a). Bidang Ekonomi terdiri dari:
1. Pusat Riset dan latihan sosial ekonomi berpusat di Ankara (Turki).
2. Pusat Riset dan latihan teknik berpusat di Dhakka (Bangladesh)
3. Kamar Dagang Islam berpusat di Casablanca (Maroko).
4. Dewan Penerbangan Islam berpusat di Tunis (Tunisia).
5. Bank Pembangunan Islam berpusat di Jeddah (Arab Saudi).
b). Bidang Sosial Budaya terdiri dari:
1. Dana Solidaritas Islam berpusat di Jeddah (Arab Saudi)
2. Pusat Riset Sejarah dan Budaya Islam berpusat di Istambul (Turki).
3. Dana Ilmu, teknologi dan Pembangunan berpusat di Jeddah (Arab Saudi).
4. Komisi Bulan Sabit Islam berpusat di Bengasi (Libya)
5. Komisi Warisan Budaya Islam berpusat di Istambul (Turki).
6. Kantor Berita Islam Internasional berpusat di Jeddah (Arab Saudi).

Anggota - Anggota OKI
Organisasi Konfrensi Islam (OKI) pada saat pembentukannya memiliki anggota 28 Negara dan terus mengalami pertambahan, hingga dewasa ini anggota OKI berjumlah 46 negara yang berasal dari kawasan Asia Barat, Asia Tengah, Asia Tenggara, Afrika. Negara-negara anggota OKI adalah : Arab Saudi, Maroko, Aljazair, Bahrain, Libya, Mauritania, Djiboti, Mesir, Suriah, Tunisia, Yaman, Yordania, Oman, Qatar, Somalia, Irak, Lebanon, Kuwait, Uni Emirat Arab, Palestin, Afganistan, Bangladesh, Iran, Pakistan, Maladewa, Turki,Azerbaijan, Indonesia, Malaysia, Brunai Darussalam, Nigeria, Mali, Niger, Senegal, Uganda, Siera Leone, Guinea issau, Gabon, Gambia, Chad, Comoros, Camerun, Burkina Faso, Benin.

Kegiatan OKI
Adapun kegiatan yang dilakukan OKI selalu dalam rangka memperjuangkan kepentingan umat Islam, negara-negara anggota, memelihara perdamaian, ketentraman dan kesejahteraan dunia, memperjuangkan kemerdekaan Palestina, baik dalam kegiatan politk, ekonomi dan sosial budaya. Adapun tantangan yang dialami OKI sampai sekarang antara lain:
1. Meminimalisasi perbedaan orientasi politik diantara negara anggota OKI
2. Mengubah dan menghapuskan salah penafsiran dunia Barat terhadap Islam yang selalu negatif, seperti mengaikkan Islam, dengan kegiatan Fundamentalis, Terorisme, dan kekerasan lainya.
3. Meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan serta Solidaritas antar Anggota OKI.
4. Meningkatkan Kerjasama dalam berbagai bidang untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat seluruh negara anggota OKI.
5. Mengupayakan terus-menerus agar kemerdekaan dan kedaulatan rakyat Pelestina.

Perkembangan Organisasi Konferensi Islam (OKI)
Sebagai organisasi internasional yang pada awalnya lebih banyak menekankan pada masalah politik, terutama masalah Palestina, dalam perkembangannya OKI menjelma sebagai suatu organisasi internasional yang menjadi wadah kerjasama di berbagai bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan ilmu pengetahuan antar negara-negara muslim di seluruh dunia.
Untuk menjawab berbagai tantangan yang mengemuka, negara-negara anggota OKI memandang revitalisasi OKI sebagai permasalahan yang mendesak. Semangat dan dukungan terhadap perlunya revitalisasi OKI dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa struktur dan kinerja organisasi OKI dinilai belum efisien dan efektif. Dalam kaitan ini, telah diadakan rangkaian pertemuan yang berhasil mengkaji dan melakukan finalisasi TOR restrukturisasi OKI yang disiapkan oleh Malaysia.
Pada pertemuan tingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan (KTT) ke-10 di Putrajaya, Malaysia, 11-17 Oktober 2003, OKI sepakat untuk memulai upaya kongkrit dalam merestrukturisasi Sekretariat OKI terutama pada empat aspek: perampingan struktur, metodologi, peningkatan kemampuan keuangan dan sumber daya manusia. KTT Luar Biasa OKI ke-3 di Mekkah, Arab Saudi pada 7-8 Desember 2005 telah mengakomodir keinginan tersebut dan dituangkan dalam bentuk Macca Declaration dan OIC 10-years Program of Actions yang meliputi restrukturisasi dan reformasi OKI, termasuk perumusan Statuta OKI baru yang diharapkan dapat dilaksanakan sebelum tahun 2015.
OIC 10-years Program of Actions merupakan awal perubahan OKI yang tidak hanya menfokuskan pada masalah politik tetapi juga ekonomi perdagangan. Program Aksi 10 tahun OKI mencakup isu-isu politik dan intelektual, isu-isu pembangunan, sosial, ekonomi dan ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat menjawab kesenjangan kesejahteraan umat. Di bidang politik dan intelektual, dalam 10 tahun OKI diharapkan mampu menangani berbagai isu seperti upaya membangun nilai-nilai moderasi dan toleransi; membasmi ekstrimisme, kekerasan dan terorisme; menentang Islamophobia; meningkatkan solidaritas dan kerjasama antar negara anggota, conflict prevention, peanganan masalah Filipina, hak-hak kelompok minoritas dan komunitas muslim, dan masalah-masalah yang dialami Afrika.
KTT OKI ke-11 berlangsung antara tanggal 13-14 Maret dan bertemakan “The Islamic Ummah in the 21st Century” menghasilkan dokumen utama, yaitu: Piagam OKI, Final Communiqué dan sejumlah resolusi. Final Communiqué mengangkat isu antara lain mengenai politik, keamanan, Palestina, minoritas muslim seperti Kosovo, terorisme, ekonomi, sosial budaya, hukum, iptek dan sosial budaya. Sedangkan resolusi terkait yang berhubungan dengan keamanan global/ regional antara lain: Resolutions on the Cause of palestine, the City of Al-Quds Al Sharif, and the Arab-Israel Conflict, Resolutions on Political Affairs, Resolutions on Muslim Communities and Minorities in Non-OIC Member States. Piagam Baru tersebut pada intinya merupakan penegasan bagi OKI untuk mengeksplorasi bentuk kerjasama yang lain dan tidak hanya terbatas pada kerjasama politik saja.
Dalam kesempatan menghadiri KTT OKI ke-14, 13-14 Maret 2008, Presiden RI dalam pidatonya menyampaikan antara lain:
1. Dukungan terhadap OIC’s Ten-Year Plan of Action yang merupakan cerminan pragmatisme OKI dalam menghadapi tantangan dan permasalahan umat
2. konflik Palestina-Israel merupakan penyebab utama krisis di Timur Tengah dan juga merupakan tantangan serius perdamaian dan keamanan internasional. Terkait dengan hal ini, Presiden Indonesia menyambut baik hasil Konferensi Annapolis pada bulan Desember 2007, terutama mengingat adanya joint understanding untuk mendirikan negara Palestina pada akhir tahun 2008
3. potensi kapasitas negara-negara anggota OKI dapat diberdayakan dalam memainkan perannya dalam upaya memelihara perdamaian dan keamanan global, pemberantasan kemiskinan dan percepatan pembangunan
4. Islam, demokrasi, dan modernitas maupun HAM adalah compatible
5. Islam adalah agama perdamaian dan toleran. Upaya interfaith dan inter-civilization dialogue perlu didukung dalam mengurangi persepsi yang salah dan ketakutan terhadap Islam (Islamophobia) di kalangan Barat
6. pembangunan umat Islam harus memperhatikan aspek lingkungan. Dapat disampaikan bahwa wakil Asia, Afrika, dan Arab juga memiliki pandangan yang kurang lebih sama.
Selanjutnya, dalam KTM ke-35 OKI dengan tema Prosperity and Development di Kampala, Uganda, tanggal 18-20 Juni 2008, telah dilakukan penandatanganan Piagam Baru OKI oleh para Menteri Luar Negeri, termasuk Menteri Luar Negeri RI. Indonesia sangat mendukung proses revitalisasi OKI dan menginginkan agar OKI dapat semakin efektif dalam menanggapi berbagai perubahan dan tantangan global sesuai dengan tujuan pembentukannya. Sebagai negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia, Indonesia senantiasa berpartisipasi aktif dalam OKI dengan tujuan akhir untuk mendorong proses good governance di dunia Islam untuk menjadikan OKI sebagai organisasi yang kredibel, kompeten, dan diakui perannya di dunia internasional.
Pertemuan ke-36 Dewan Menteri Luar Negeri OKI (PTM ke-36 OKI) yang dilaksanakan di Damaskus, tanggal 23-25 Mei 2009 membahas isu-isu kerjasama yang menjadi perhatian bersama seperti politik; komunitas muslim di negara bukan anggota OKI; kemanusiaan (humanitarian affairs); hukum; masalah-masalah umum dan keorganisasian; informasi; ekonomi; ilmu pengetahuan dan teknologi; da’wah; sosial budaya; dan administrasi serta keuangan. Dalam kesempatan tersebut Menlu RI menyampaikan pokok-pokok pidato antara lain mengenai perlunya diintensifkan pelaksanaan reformasi OKI, khususnya di bidang demokrasi, good governance, dan HAM termasuk hak-hak wanita, sesuai dengan mandat Program Aksi 10 Tahun OKI (TYPOA) dan Piagam Baru OKI, disamping isu Palestina, kerjasama perdagangan dan pelibatan sektor swasta di antara negara anggota, serta,sebagai Ketua PCSP-OIC, melaporkan perkembangan proses perdamaian di Filipina Selatan terkait dengan pelaksanaan pertemuan Tripartite antara Pemerintah Filipina-MNLF-OKI yang merundingkan implementasi sepenuhnya Perjanjian Damai 1996.
Peran Pemri yang menonjol lainnya dalam OKI adalah dalam rangka memfasilitasi upaya penyelesaian konflik antara Pemerintah Filipina (GRP) dengan Moro National Liberation Front (MNLF) dengan mengacu kepada Final Peace Agreement / Perjanjian Damai 1996. Peran Indonesia saat ini adalah sebagai Ketua Organization Islamic Conference Peace Committee for the Southern Philippines (PCSP-OIC). Adapun hasil penting terakhir adalah diadakannya Pertemuan JWGs ke-2 antara GRP dan MNLF difasilitasi PCSP-OIC pada tgl. 19-28 Agustus 2008, bertempat di KBRI-Manila. Sebagai tindaklanjutnya, Pertemuan Tripartite ke-3 antara GRP, MNLF dan PCSP-OIC direncanakan diselenggarakan pada bulan Januari ataupun Pebruari 2009. Dengan pelaksanaan proses-proses sebagaimana dimaksud, diharapkan akan membantu tercapainya proses pencapaian penyelesaian konflik secara damai di kawasan Filipina Selatan dan memberikan situasi aman dan bebas dari konflik di kawasan dimaksud.
Lebih lanjut, dalam berbagai forum internasional, termasuk OKI, Indonesia telah memberikan dukungan bagi berdirinya Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Realisasi dari dukungan tersebut diwujudkan dalam bentuk dukungan diplomatik, yaitu pengakuan terhadap keputusan Dewan Nasional Palestina (Palestinian National Council) untuk memproklamirkan Negara Palestina pada tanggal 15 Nopember 1988. Dukungan kemudian dilanjutkan dengan pembukaan hubungan diplomatik antara Pemerintah RI dan Palestina pada tanggal 19 Oktober 1989. Di samping itu, Indonesia adalah anggota “Committee on Al Quds (Yerusalem)”yang dibentuk pada tahun 1975.
Selain itu, Isu terorisme juga telah menjadi perhatian utama OKI. Komitmen OKI untuk mengatasi masalah terorisme terlihat antara lain pada The Extraordinary Session of the Islamic Conference of Foreign Ministers on Terrorism di Kuala Lumpur, Malaysia, 1-3 April 2002 yang menghasilkan Kuala Lumpur Declaration on International Terrorism. Deklarasi tersebut pada intinya menekankan posisi negara-negara anggota OKI dalam upaya untuk memerangi terorisme dan upaya-upaya untuk mengkaitkan Islam dengan terorisme. Terorisme merupakan salah satu isu di mana OKI memiliki sikap bersama pada pembahasan di forum SMU PBB. Hal ini terkait dengan implementasi UN Global Counter-Terrorism Strategy dan penyelesaian draft konvensi komprehensif anti terorisme internasional di mana menyisakan outstanding issue pada definisi terorisme. Inti posisi OKI menekankan perlunya dibedakan antara kejahatan terorisme dengan hak sah perlawanan rakyat Palestina untuk merdeka. Dalam kaitan ini maka penyelesaian politik konflik Palestina secara adil akan memberikan sumbangan bagi pemberantasan the root causes of terrorism.

4.Sejarah APEC

Dinamika ekonomi politik Asia Pasifik pada akhir tahun 1993 tampak memasuki babak baru, terutama dalam bentuk pengorganisasian kerja sama perdagangan dan investasi regional. Dalam hal ini, negara-negara Asia Pasifik berbeda dengan negara-negara di Eropa Barat. Negara-negara di Eropa Barat memulainya dengan membentuk wadah kerja sama regional. Dengan organisasi itu, ekonomi di setiap negara saling berhubungan dan menghasilkan ekonomi Eropa yang lebih kuat daripada sebelum Perang Dunia II. Sebaliknya, negara-negara Asia Pasifik, terutama sejak tahun 1970-an, saling berhubungan secara intensif dan menimbulkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi walaupun tanpa kerangka kerja sama formal seperti yang ada di Eropa. Bahkan, berbagai transaksi ekonomi terjadi antarnegara yang kadang-kadang tidak memiliki hubungan diplomatik. Taiwan adalah contoh negara yang tidak diakui eksistensi politiknya, tetapi menjadi rekanan aktif sebagian besar negara Asia Pasifik dalam kegiatan ekonomi. Sekarang dinamika ekonomi itu dianggap memerlukan wadah organisasi yang lebih formal.
Dunia usaha lebih dahulu merasakan adanya kebutuhan akan organisasi itu, seperti tercermin dalam pembentukan Pacific Basin Economic Council (PBEC) tahun 1969. Organisasi ini beranggotakan pebisnis dari semua negara Asia Pasifik, kecuali Korea Utara dan Kampuchea. Organisasi PBEC aktif mendorong perdagangan dan investasi di wilayah Asia Pasifik, tetapi hanya melibatkan sektor swasta.
Pada tahun 1980 muncul Pacific Economic Cooperation Council (PECC). Organisasi yang lahir di Canberra, Australia ini menciptakan kelompok kerja untuk mengidentifikasi kepentingan ekonomi regional, terutama perdagangan, sumber daya manusia, alih teknologi, energi, dan telekomunikasi. Walaupun masih bersifat informal, PECC melibatkan para pejabat pemerintah, pelaku bisnis, dan akademis. Salah satu hasil kegiatan PECC adalah terbentuknya Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) sebagai wadah kerja sama bangsa-bangsa di kawasan Asia Pasifik di bidang ekonomi yang secara resmi terbentuk bulan November 1989 di Canberra, Australia. Pembentukan APEC atas usulan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Suatu hal yang melatarbelakangi terbentuknya APEC adalah perkembangan situasi politik dan ekonomi dunia pada waktu itu yang berubah secara cepat dengan munculnya kelompok-kelompok perdagangan seperti MEE, NAFTA. Selain itu perubahan besar terjadi di bidang politik dan ekonomi yang terjadi di Uni Soviet dan Eropa Timur. Hal ini diikuti dengan kekhawatiran gagalnya perundingan Putaran Uruguay (perdagangan bebas). Apabila masalah perdagangan bebas gagal disepakati, diduga akan memicu sikap proteksi dari setiap negara dan sangat menghambat perdagangan bebas. Oleh karena itu, APEC dianggap bisa menjadi langkah efektif untuk mengamankan kepentingan perdagangan negara-negara di kawasan Asia Pasifik.

II.            Tujuan APEC
Ø  bekerja untuk mengurangi tarif dan hambatan perdagangan lainnya di seluruh kawasan Asia-Pasifik,
Ø  menciptakan ekonomi domestik yang efisien dan secara dramatis meningkatkan ekspor.
Ø  terwujudnya perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka di Asia-Pasifik pada 2010 untuk negara-negara industri dan pada 2020 untuk negara-negara berkembang.
Ø  Tujuan ini diadopsi oleh pemimpin pada pertemuan 1994 di Bogor, Indonesia.

III.            Peran serta Indonesia di APEC
Indonesia menjadi anggota APEC sejak pembentukannya pada 1989 dan telah memberi berbagai kontribusi positif bagi perkembangan APEC. Peran Indonesia pada dekade awal pembentukan APEC sejalan dengan kondisi internasional dan kepentingan Indonesia pada saat itu. Perang Dingin baru saja berakhir dan sistem ekonomi berdasarkan ideologi pasar bebas dan persaingan bebas menjadi dominan. Kontribusi utama Indonesia pada awal pembentukan APEC adalah merumuskan Bogor Declaration pada saat Keketuaan APEC Indonesia tahun 1994, termasuk di dalamnya adalah Bogor Goals. Bogor Goals menjadi fokus utama APEC untuk membentuk suatu kawasan Asia Pasifik yang lebih bebas dan terbuka bagi perdagangan dan investasi. Target pencapaian Bogor Goals bagi negara maju adalah pada 2010, sementara bagi negara berkembang adalah pada 2020.
Perkembangan APEC
APEC berdiri pada bulan November 1989 di Canberra,& Australia diprakarsai Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Ada dua belas negara pendiri APEC, yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Jepang, Republik Korea, Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat. Pada tahun 1991 APEC menerima anggota baru, yaitu Cina dan Hong Kong. Pada tahun 1993 APEC menerima Meksiko dan Papua New Guenia. Pada tahun 1994 APEC menerima Cile dan pada tahun 1998 menerima Peru, Rusia, serta Vietnam sebagai anggota baru.

Pada awal berdirinya, APEC bersifat nonkelembagaan karena negara-negara Asia Tenggara memiliki organisasi regional sendiri, yaitu ASEAN. Negara anggota ASEAN menghendaki APEC sebagai forum komunikasi dan konsultasi. Dalam perkembangannya, Amerika Serikat dan Australia menginginkan APEC bersikap aktif. Negara-negara anggota APEC menyepakati keinginan tersebut. Hal ini diwujudkan pada tahun 1992 dalam pertemuan APEC ke-4 di Thailand. Pertemuan ini menetapkan pembentukan sekretariat tetap APEC berkedudukan di Singapura. APEC muncul sebagai organisasi bersama dengan tujuan& antara lain:
menjadi tempat usaha negara maju untuk membantu negara yang sedang berkembang;
meningkatkan perdagangan dan investasi antaranggota;
menjalankan kebijakan ekonomi secara sehat dengan tingkat inflasi rendah; serta
mengurangi atau mengatasi sengketa ekonomi perdagangan.
5. A.           Sejarah Perkembangan OPEC

OPEC Adalah Organisasi Negara – Negara Pengekspor Minyak. OPEC Dibentuk Sebagai Akibat Jatuhnya Harga Minyak Pada Perusahaan Raksasa Seperti Shell, British Petroleum, Texaco, Exxon Mobil, Socal, Dan Gulf. Mereka Melakukan Penurunan Harga Minyak Secara Drastis Sehingga Mereka Mampu Memenuhi Kebutuhan Negara – Negara Industri Besar.
Untuk Mengatasi Hal Tersebut, Negara – Negara Timur Tengah Berusaha Merebut Pasaran Harga Minyak Internasional Dengan Cara Mengadakan Perundingan Pada Tanggal 11 – 14 September 1960 Di Baghdad ( Irak ). Mereka Sepakat Mendirikan OPEC Yang Anggotanya Terdiri Dari Saudi Arabia, Iran, Irak, Kuwait Dan Venezuela.

B.            Tujuan Organisasi OPEC

OPEC Didirikan Dengan Tujuan Sebagai Berikut :

1.             Tujuan Ekonomi, Yaitu Mempertahankan Harga Minyak Dan Menentukan Harga Sehingga Menguntungkan Negara – Negara Produsen.
2.             Tujuan Politik, Yaitu Mengatur Hubungan Dengan Perusahaan – Perusahaan Minyak Asing Atau Pemerintah Negara – Negara Konsumen.


C.           Struktur Organisasi Dan Manajemen OPEC
Sesuai Dengan Statuta OPEC Pasal 9, Organisasi OPEC Terdiri Dari :
1.             Konferensi
Adalah Organ Tertinggi Yang Bertemu Dua (2) Kali Dalam Setahun. Tetapi Pertemuan Extra – Opecrdinary Dapat Dilaksanakan Jika Diperlukan. Semua Negara Anggota Harus Terwakilkan Dalam Konperensi Dan Tiap Negara Mempunyai Satu Hak Suara. Keputusan Ditetapkan Setelah Mendapat Persetujuan Dari Negara Anggota ( Pasal 11 – 12).
Konperensi OPEC Dipimpin Oleh Presiden Dan Wakil Presiden OPEC Yang Dipilih Oleh Anggota Pada Saat Pertemuan Konperensi ( Pasal 14 ).
Pasal 15 Menetapkan Konperensi OPEC Bertugas Merumuskan Kebijakan Umum Organisasi Dan Mencari Upaya Pengimplementasian Kebijakan Tersebut. Sebagai Organisasi Tertinggi, Pertemuan Konperensi OPEC Mengukuhkan Penunjukan Anggota Dewan Gubernur Dan Sekretaris Jenderal OPEC.


2.             Dewan Gubernur
Dewan Gubernur Terdiri Dari Gubernur Yang Dipilih Oleh Masing-Masing Anggota OPEC Untuk Duduk Dalam Dewan Yang Bersidang Sedikitnya Dua Kali Dalam Setahun. Pertemuan Extraordinary Dari Dewan Dapat Berlangsung Atas Permintaan Ketua Dewan Sekretaris Jenderal Atau 2/3 Dari Anggota Dewan ( Pasal 17 Dan 18 ).
Tugas Dewan Adalah Melaksanakan Keputusan Konferensi  Mempertimbangkan Dan Memutuskan Laporan – Laporan Yang Disampaikan Oleh Sekretaris Jenderal Memberikan Rekomendasi Dan Laporan Kepada Pertemuan Konferensi OPEC Membuat Anggaran Keuangan Organisasi Dan Menyerahkannya Kepada Sidang Konferensi Setiap Tahun Mempertimbangkan Semua Laporan Keuangan Dan Menunjuk Seorang Auditor Untuk Masa Tugas Selama Satu (1) Tahun Menyetujui Penunjukan Direktur – Direktur Divisi, Kepala Bagian Yang Diusulkan Negara Anggota Menyelenggarakan Pertemuan Extraordinary Konferensi OPEC Dan Mempersiapkan Agenda Sidang ( Pasal 20 ) Dewan Gubernur Dipimpin Oleh Seorang Ketua Dan Wakil Ketua Yang Berasal Dari Para Gubernur OPEC Negara – Negara Anggota Dan Yang Disetujui Oleh Pertemuan Konferensi OPEC Untuk Masa Jabatan Selama 1 Tahun ( Pasal 21 ).
3.             Sekretariat
Adalah Pelaksana Eksekutif Organisasi Sesuai Dengan Statuta Dan Pengarahan Dari Dewan Gubernur. Sekretaris Jenderal Adalah Wakil Resmi Dari Organisasi Yang Dipilih Untuk Periode Tiga (3) Tahun Dan Dapat Diperpanjang Satu Kali Untuk Periode Yang Sama. Sekretaris Jenderal Harus Berasal Dari Salah Satu Negara Anggota. Dalam Melaksanakan Tugasnya Sekjen Bertanggung Jawab Kepada Dewan Gubernur Dan Mendapat Bantuan Dari Para Kepala Divisi Dan Bagian.
D.           Peranan Indonesia Sebagai Anggota OPEC
Sejak Menjadi Anggota OPEC Tahun 1962, Indonesia Ikut Berperan Aktif Dalam Penentuan Arah Dan Kebijakan OPEC Khususnya Dalam Rangka Menstabilisasi Jumlah Produksi Dan Harga Minyak Di Pasar Internasional.
Sejak Berdirinya Sekretariat OPEC Di Wina Tahun 1965, KBRI / PTRI Wina Terlibat Aktif Dalam Kegiatan Pemantauan Harga Minyak Dan Penanganan Masalah Substansi Serta Diplomasi Di Berbagai Persidangan Yang Diselenggarakan Oleh OPEC. Pentingnya Peran Yang Dimainkan Oleh Indonesia Di OPEC Telah Membawa Indonesia Pernah Ditunjuk Sebagai Sekjen OPEC Dan Presiden Konferensi OPEC.
Pada Tahun 2004, Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral ( MESDM ) Indonesia Terpilih Menjadi Presiden Dan Sekjen Sementara OPEC. Namun Akhir – Akhir Ini, Status Keanggotaan Indonesia Di OPEC Telah Menjadi Wacana Perdebatan Berbagai Pihak Di Dalam Negeri, Karena Indonesia Saat Ini Dianggap Telah Menjadi Negara Pengimpor Minyak ( Net – Importer ). Dalam Kaitan Ini, Indonesia Sedang Mengkaji Mengenai Keanggotaanya Di Dalam OPEC Dan Telah Membentuk Tim Untuk Membahas Masalah Tersebut Dari Sisi Ekonomi Dan Politik.
Hambatan Dan Peluang Secara Ekonomi, Keanggotaan Indonesia Di OPEC Membawa Implikasi Kewajiban Untuk Tetap Membayar Iuran Keanggotaan Sebesar US$ Dua (2) Juta Setiap Tahunnya, Disamping Biaya Untuk Sidang – Sidang OPEC Yang Diikuti Oleh Delegasi RI.
OPEC Melihat Bahwa Penurunan Tingkat Ekspor Di Beberapa Negara Anggota OPEC, Termasuk Indonesia, Disebabkan Karena Kurangnya Investasi Baru Di Sektor  Perminyakan. Apabila Kondisi Tersebut Terus Berlangsung, Maka Diperkirakan Indonesia Akan Mengalami Hambatan Dalam Meningkatkan Tingkat Produksinya Dan Tetap Menjadi Pengimpor Minyak Di Masa Mendatang.
Disamping Hambatan – Hambatan Tersebut Di Atas, Keanggotaan Indonesia Di OPEC Akan Memberikan Berbagai Keuntungan Politis, Yaitu Meningkatkan Posisi Indonesia Dalam Proses Tawar – Menawar Dalam Hubungan Internasional. Kedudukan Menteri ESDM Dalam Kapasitasnya Sebagai Presiden Konferensi OPEC Sekaligus Acting Sekjen OPEC Pada Tahun 2004, Telah Memberikan Posisi Tawar Yang Sangat Tinggi Dan Strategik Serta Kontak Yang Lebih Luas Dengan Negara – Negara Produsen Minyak Utama Lainnya.
Peningkatan Citra RI Di Luar Negeri. Pemberitaan Mengenai Persidangan Dan Kegiatan OPEC Lainnya Yang Sangat Luas Secara Otomatis Dapat Mengangkat Citra Negara Anggota. Perhatian Media Massa Lebih Terfokus Ketika Pejabat RI ( Menteri ESDM ) Memegang Jabatan Sebagai Presiden Konferensi OPEC.
Peningkatan Solidaritas Antar Negara Berkembang. Di Dalam Forum – Forum OPEC, Semua Negara Anggota Memiliki Visi Dan Misi Yang Sama Di Bidang Energi Serta Menjadikan OPEC Sebagai Wahana Bersama Untuk Meningkatkan Rasa Persaudaraan Sesama Negara Anggota Dan Negara Berkembang Lainnya. Opec Fund ( Lembaga Keuangan OPEC ) Telah Memberikan Bantuan Dana Darurat Sebesar 1,2 Juta Euro, Dimana Separuhnya Diperuntukkan Bagi Indonesia, Untuk Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Aceh Dan Sumatera Utara Yang Dilanda Gempa Bumi Dan Tsunami Pada Akhir Tahun 2004.
Akses Terhadap Informasi. Sebagai Anggota OPEC, Indonesia Mendapatkan Akses Terhadap Informasi, Baik Yang Bersifat Terbuka Dari Sekretariat OPEC Maupun Informasi Rahasia Mengenai Dinamika Pasar Minyak Bumi.
Disamping Itu, Indonesia Memiliki Kesempatan Untuk Menempatkan Sumber Daya ManusiaNya Untuk Bekerja Di Sekretariat OPEC. Hal Ini Merupakan Investasi Jangka Panjang Karena Akan Dapat Menjadi Network Bagi Indonesia Di Masa Datang.
Prakiraan Perkembangan Keadaan, Menurut Kajian Yang Dilakukan OPEC, Peranan OPEC Dalam Menentukan Stabilitas Produksi Dan Harga Minyak Dunia Akan Tetap Penting, Setidaknya Hingga Tahun 2025, Karena Pangsa Pasar Negara – Negara OPEC Masih Lebih Besar Dari Negara – Negara Non – OPEC.
Pentingnya Peran OPEC Dapat Dilihat Dengan Jelas Selama Tahun 2004, Ketika Harga Minyak Mentah Dunia Melambung Tinggi, OPEC Ikut Berperan Menstabilkan Harga Antara Lain Dengan Menjaga Pasokan Minyak Dunia. Keanggotaan Indonesia Masih Diperlukan Oleh Negara – Negara Anggota Lainnya Karena Indonesia Dipandang Sebagai Negara Yang Selalu Menjaga Solidaritas OPEC Dan Selalu Berusaha Membangun Dialog Konstruktif Serta Konsensus Di Dalam OPEC.
OPEC Tetap Membutuhkan Indonesia Sebagai Faktor Penyeimbang Dalam Komposisi Keanggotaannya. Indonesia Merupakan Satu-Satunya Negara Asia Yang Menjadi Anggota OPEC. Keanggotaan OPEC Yang Didominasi Oleh Negara – Negara Timur Tengah Tidak Akan Menguntungkan Dalam Sudut Pandang Citra OPEC Di Dunia Internasional. Citra Indonesia Sebagai Negara Demokratis Dan Berpenduduk Muslim Terbesar Dan Moderat Di Dunia Dapat Membantu Perbaikan Citra OPEC.
Dalam OPEC Sendiri Belum Ada Tuntutan Agar Indonesia Mengkaji Keanggotaannya Karena Turunnya Tingkat Produksi Minyak Bumi Indonesia Serta Mulainya Indonesia Menjadi Negara Importir Minyak. OPEC Menyadari Bahwa Kemungkinan Penurunan Ekspor Minyak Negara – Negara Anggota Adalah Salah  Satu Akibat Dari Kurangnya Investasi Di Sektor Perminyakan Negara Tersebut.

0 komentar:

Post a Comment